Kamis, 25 Desember 2008

Caleg Sumut dukung MK

Panda Nababan: Caleg PDIP bukan karbitan
Meutya Hafid: Ini kemenangan bagi masyarakat


MHD DARWINSYAH PURBA & FAJAR ADESTYA
WASPADA ONLINE

MEDAN - Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan aturan tentang penentuan anggota legislatif terpilih berdasarkan 30% bilangan pembagi pemilih (BPP) dan nomor urut. Membatalkan Pasal 214 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Pemilu dan memberikan peluang bagi calon anggota legislatif (caleg) terpilih harus meraih suara terbanyak mendapat sambutan baik dari sejumlah tokoh di Sumut.

Dengan demikian, partai politik harus menggunakan suara terbanyak untuk menentukan anggota legislatif. Maka penentuan calon terpilih harus didasarkan pada calon legislatif yang mendapat suara terbanyak secara berurutan dan bukan atas dasar nomor urut terkecil yang telah ditetapkan.

Anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Idham yang juga caleg DPR RI dari Dapil II Sumut mengatakan "Hal ini merupakan keputusan revolusioner dan hal yang menarik serta perlu diapresiasi positif," katanya.

Dia menambahkan, “keputusan MK itu akan membuat para caleg tak bisa berleha-leha lagi dan hanya mengandal nomor urut. Karena mereka yang berada diurutan teratas tak bisa lolos ke Senayan bila tidak mendapat suara terbanyak,” katanya lagi.

Sementara itu mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumut dan calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Sumut , Jumiran Abdi menjelaskan, "Keputusan ini akan memicu para caleg untuk bersaing secara sehat. Ini akan justru membangun demokrasi yang sehat. Kita akan lihat para caleg akan berjuang untuk mendapatkan sebanyak-banyaknya suara,” jelasnya.

"Dengan keputusan ini para caleg akan bisa langsung turun ke konstituen untuk mendapatkan dukungan. Jadi tidak ada lagi ganjalan soal 30 persen. Semua sudah clear sekarang,” tambahnya.

Ketua DPD PDIP Sumut, Panda Nababan kepada Waspada Online tadi pagi mengatakan tidak khawatir keputusan MK itu. Meskipun selama ini PDIP adalah salah satu Parpol yang berpegang teguh pada ketentuan UU Pemilu No.10/2008 yang mengatur penggunaan sistem nomor urut.

“Sebenarnya sama saja. Karena Caleg yang ditempatkan PDIP pada nomor urut kecil memang kader-kader berkualitas dan dikenal masyarakat. Bukannya kader karbitan,” tegasnya.

Terkait dengan hal tersebut, Ketua MPW PKS Sumut, Sigit Pramono Asri juga mengatakan PKS sangat siap menghadapi Pemilu 2009 baik itu dengan sistim suara terbanyak maupun nomor urut. Karena seluruh Caleg yang diusung partai tersebut memang dihasilkan berdasarkan proses penyaringan internal yang ketat.

“Jadi tidak ada bedanya antara caleg nomor urut satu dengan caleg nomor urut 11 misalnya. Semuanya sama saja. Karena tujuan para caleg PKS bukan untuk menang, tetapi adalah untuk memenangkan tujuan partai,” katanya.

Dia menjelaskan, meskipun sebelumnya mereka mengikuti aturan UU No.10/2008 yang menggunakan sistem nomor urut, namun sebenarnya PKS salah satu partai yang mengusulkan penggunaan suara terbanyak pada saat UU tersebut digodok di DPR RI.

Menurut pengamat politik Dosen politik FISIP USU, Warjio menjelaskan, penggunaan sistem suara terbanyak dalam Pemilu 2009 telah mematahkan dominasi elit Parpol yang selama ini terkesan membodoh-bodohi rakyat. Sebab, penetapan caleg berdasarkan sistem nomor urut menyebabkan hanya para elit Parpol yang akhirnya terpilih di legislatif.

Dia menjelaskan, "Dengan adanya keputusan MK itu para calon legislatif yang punya kemampuan dan memang dikenal luas masyarakat akan semakin berpeluang untuk menang mewakili konstituennya," jelasnya.

“Kalau ada parpol atau caleg yang tidak menerima keputusan MK itu, berarti dia melawan arus dari proses demokrasi yang diinginkan masyarakat selama ini. KPU harus segera mengeluarkan keputusan baru untuk mengakomodir keputusan MK itu dalam Pemilu 2009. Menurutnya, kekuatan hukum keputusan itu sudah cukup kuat. Sehingga KPU tidak perlu menunggu DPR merevisi UU No.10/2008 tentang Pemilu,” jelasnya..

Sementara itu, Meutya Hafid, calon anggota DPR RI Partai Golkar menilai keputusan itu merupakan kemenangan bagi kaum muda dan perempuan yang biasanya termarginalkan dalam urusan nomor urut. "Artinya sekarang ini untuk mendapatkan kursi itu betul-betul tergantung dari kompetensi dan kepercayaan publik, bukan lagi senioritas di partai.

"Dan ini juga kemenangan bagi masyarakat karena bisa memilih calonnya secara langsung dan transparan," kata Meutya menutup pembicaraan dengan Waspada Online, tadi pagi.

0 comments: