This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions..

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions..

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions..

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions..

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions..

Selasa, 11 November 2008

NKRI harus ratifikasi konvensi anti-hukuman mati

Mhd Darwinsyah Purba

MEDAN - Indonesia harus segera meratifikasi Konvensi Anti-Hukuman Mati karena hukuman itu tidak sesuai Undang-Undang Dasar 1945 dan kenyataannya hukuman paling maksimal itu tidak ada relevansinya dengan berkurangnya kejahatan atau lainnya.

Hal itu disampaikan Kepala Divisi Advokasi, HAM dan Demokrasi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan Muslim Muis, SH di kantornya, tadi malam, menanggapi pelaksanaan eksekusi mati di Indonesia, termasuk Amrozi dkk.

Menurut Muslim, dalam hukum positif di Indonesia hukum mati adalah tertinggi (paling maksimal). Tujuannya, untuk membuat orang jera dan takut melakukan hal yang sama.

Akan tetapi, katanya melanjutkan, dalam kenyataannya, hukum mati sudah tidak ada relevansi dengan berkurangnya kejahatan. Misalnya, hukuman mati sindikat narkoba di Sumut seperti Ayodia, Namsong Sirilak, Saelow Prasad, dan terpidana pembunuhan 42 wanita Ahmad Suraji alias Dukun AS alias Nasib Klewang, ternyata perbuatan sama dilakukan tersangka Ryan di Jawa Timur dalam kasus pembunuhan berantai. Sedangkan dalam kasus narkoba, ternyata masih ditemukan fabrik ekstasi.

’’Ini menunjukkan hukum mati sudah kehilangan legitimasi, apalagi dalam UUD 45 jelas disebutkan hak hidup adalah hak paling tinggi atau non de gredouble, yakni hak yang tidak dapat ditambah dan dikurangi,’’ katanya.

Tegasnya, kewenangan Tuhan mencabut nyawa manusia. Seolah-olah eksekusi yang selama ini dilakukan adalah perpanjangan tangan Tuhan. Padahal, perpanjangan tangan Tuhan adalah Nabi yang menyampaikan ajaran-ajaran-Nya.

Praktisi hukum dari LBH Medan ini juga mengemukakan, ternyata pula hukuman mati hanya dijadikan sebagai sebuah eksperimen seolah-olah nyawa manusia dijadikan alasan untuk penegakkan hukum. ’’Wah. Ternyata Indonesia telah menegakkan hukum karena telah mengeksekusi mati Amrozi dkk maupun terpidana sindikat narkoba. Dan lebih sakitnya lagi, eksperimen tentang nyawa ini hanya di tangan seorang presiden, yakni berupa hak serta kewenangan Grasi,’’ ujarnya.

Menurut Muslim, dari seluruh hasil penelitian tentang hukum mati yang dilaksanakan untuk membuat orang lain jera, pada kenyataannya hukuman mati yang diterapkan di satu negara itu tidak mengurangi dan menghilangkan perbuatan yang sama.

Dia juga menyinggung perihal hukuman mati yang dilaksanakan terhadap Amrozi dkk.
Menurutnya, biaya yang dikeluarkan oleh negara untuk itu terhitung sangat besar, mulai dari biaya pengamanan, media dan lainnya. Ini, untuk memunculkan opini, Indonesia telah melaksanakan penegakan hukum. Padahal, masih ada yang sudah puluhan tahun dan hingga kini belum dieksekusi.

’’Justru itu kita mendesak pemerintah untuk segera meratifikasi Konvensi Anti-Hukuman Mati, karena hukuman mati sudah tidak sesuai lagi dengan instrumen internasional,’’ ujarnya.

Memang, kata Muslim, kita tidak sependapat dengan aksi pembunuhan, tetapi apakah aksi itu harus dibalas dengan pembunuhan pula. Atau, mestikah nyawa dibalas dengan nyawa dan kalau memang demikian, berapa banyak nyawa yang melayang akibat pembantaian AS seperti di Vietnam, Afghanistan, Irak dan Timur-Tengah dan siapa yang bertanggung jawab.

Kumulasi
Ketika ditanyakan, bagaimana jika nanti sudah tidak diberlakukan hukum mati, Muslim menyebutkan, jika sudah lagi maka semestinya kumulasi hukuman, yaitu kurungan badan ditambah dengan kerja sosial. Kerja sosial itu bisa berupa membersihkan sampah, parit, lingkungan yang dilaksanakan terpidana selama masa hukuman badannya. Kalau seumur hidup, maka selama itu pula si terpidana melakukannya.

Cuma saja, tambahnya, kita mempertanyakan konsisten para non-Government Organization (NGO/LSM) anti hukuman mati. Ini, terkait eksekusi mati Amrozi dkk ternyata tidak ada NGO yang meributkannya dan melakukan demo besar-besaran. Padahal, ketika Tibo Cs pelaku pembantaian sekitar 700 ratusan umat Muslim di Tobelo akan dieksekusi mati nyaris semua NGO meributkannya dan berdemonstrasi supaya itu tidak jadi dilaksanakan.

Namun, ketika Amrozi dkk dijatuhi hukuman mati lalu kemudian akan dieksekusi, LSM anti hukuman mati diam saja. Tidak ada protes dan aksi demo penolakannya. “Jangan-jangan LSM anti-hukuman mati inkonsisten dalam perjuangan menentang hukuman mati,” ujarnya.