This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions..

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions..

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions..

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions..

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions..

Kamis, 12 Maret 2009

Bandara Internasional Kualanamu

HARIAN SORE 'HARI INI'

(09.32 WIB) Bandara Internasional Kuala Namu adalah sebuah bandar udara baru untuk kota Medan, Indonesia. Lokasinya merupakan bekas areal perkebunan PT Perkebunan Nusantara II Tanjung Morawa, terletak di Kualanamu, Desa Beringin, Kecamatan Beringin, Kabupaten Deli Serdang. Kualanamu akan menggantikan Bandara Polonia yang sudah berusia lebih dari 70 tahun. Saat selesai dibangun, Kualanamu yang diharapkan dapat menjadi bandara pangkalan transit internasional untuk kawasan Sumatera dan sekitarnya, akan menjadi bandara terbesar kedua di Indonesia setelah Bandara Soekarno-Hatta.

Latar belakang pembangunan
Pemindahan bandara ke Kuala Namu telah direncanakan sejak tahun 1991. Dalam kunjungan kerja ke Medan, Azwar Anas, Menteri Perhubungan saat itu, berkata bahwa demi keselamatan penerbangan, bandara akan dipindah ke luar kota.

Persiapan pembangunan diawali pada tahun 1997, namun krisis moneter yang dimulai pada tahun yang sama kemudian memaksa rencana pembangunan ditunda. Sejak saat itu kabar mengenai bandara ini jarang terdengar lagi, hingga muncul momentum baru saat terjadi kecelakaan pesawat Mandala Airlines pada September 2005 yang jatuh sesaat setelah lepas landas dari Polonia. Kecelakaan yang merenggut nyawa Gubernur Sumatra Utara Tengku Rizal Nurdin tersebut juga menyebabkan beberapa warga yang tinggal di sekitar wilayah bandara meninggal dunia akibat letak bandara yang terlalu dekat dengan pemukiman. Hal ini menyebabkan munculnya kembali seruan agar bandara udara di Medan segera dipindahkan ke tempat yang lebih sesuai.

Selain itu, kapasitas Polonia yang telah lebih batasnya juga merupakan faktor direncanakannya pemindahan bandara.

Pembebasan lahan
Recana pembangunan selama bertahun-tahun terhambat masalah pembebasan lahan yang belum terselesaikan. Hingga Juni 2006, baru 1.650 hektar lahan yang telah tidak bermasalah (telah diselesaikan sejak 1994), sementara lahan yang dihuni 71 kepala keluarga lainnya masih sedang dinegosiasikan, namun pada November 2006 dilaporkan bahwa Angkasa Pura II telah menyelesaikan seluruh pembebasan lahan

Proses pembangunan
Pembangunannya direncanakan akan dilaksanakan sepanjang tiga tahap.[4] Tahap I dimulai pada 29 Juni 2006 dan selesai pada tahun 2009 atau paling lambat 2010. Tahap ini dibangun sendiri oleh pemerintah dengan PT. Angkasa Pura II, dengan pembagian berupa sisi darat (misalnya terminal, areal parkir) dibangun Angkasa Pura sementara sisi udara dibangun Direktorat Jenderal Udara dari Departemen Perhubungan. Dana untuk pembangunan Tahap I terdiri dari Rp1,3 triliun dari Angkasa Pura dan dana pinjaman sebesar Rp2,3 triliun sehingga jumlahnya adalah Rp3,6 triliun.

Prasarana awal berupa pemagaran panel beton, rehabilitasi jalan, dan pembuatan pos jaga senilai Rp 6 miliar dilakukan dari November 2006 hingga Februari 2007.Pada akhir November 2006 juga diumumkan pemenang tender untuk tim perancang bandara. Dari 18 peserta, tujuh telah melewati proses prakualifikasi dan akan bersaing hingga dipilih tiga peserta terbaik, yang jumlahnya selanjutnya diciutkan lagi menjadi satu. PT. Wiratman & Associates kemudian terpilih sebagai pemenang tender perancangan bandara pada Januari 2007.Setelah itu, pemenang diberi waktu delapan bulan untuk merancang bandara (hingga Agustus 2007). Setelah proses ini selesai, tender pembangunan bandara yang diperkirakan akan berlangsung selama dua bulan akan dilaksanakan. Jika sesuai jadwal, maka pembangunan sisi darat akan dimulai pada November 2007 dan diselesaikan dalam dua tahun.

Tahap II yang direncanakan dibangun bersama oleh pemerintah dan investor, akan dimulai tahun 2010.

Transportasi
Pembangunan Tahap I disertai pula oleh pembangunan jalur kereta api dari Stasiun Aras Kabu di Kecamatan Beringin ke bandara yang berjarak sekitar 450 meter. Stasiun Aras Kabu sendiri terhubung ke Stasiun Medan dengan jarak 22,96 km. Diperkirakan jarak tempuh dari Medan hingga Kuala Namu akan berkisar antara 16-30 menit.

Ada pula usulan pembangunan Jalan Tol Medan-Kuala Namu sebagai usaha pengembangan prasarana transportasi dari dan ke bandara. Namun pelaksanaan pembangunan selama periode pembangunan jalan tol tahun 2005-2010 belum dikabulkan oleh pemerintah pusat.

Luas bandara dan kapasitas
Tahap I bandara diperkirakan dapat menampung tujuh hingga 10 juta penumpang dan 10.000 pergerakan pesawat pertahun,[5] [10] sementara setelah selesainya Tahap II bandara ini rencananya akan menampung 25 juta penumpang pertahun.

Luas terminal penumpang yang akan dibangun adalah sekitar 6,5 hektar dengan fasilitas area komersial seluas 3,5 hektar dan fasilitas kargo seluas 1,3 hektar. Bandara International Kuala Namu memiliki panjang landas pacu 3.750 meter, dan sanggup didarati oleh pesawat berbadan lebar.(darwinsyah)

Pencurian Lampu dan Kabel Marak di Medan

HARIAN SORE 'HARI INI'

(08.00 WIB) Kota Medan terkenal sebagai kota sampah, lalu lintas semrawut dan kondisi jalan rusak parah. Ternyata banyak tangan jahil berkeliaran. Kondisi Kota Medan nampaknya masih belum aman dari tangan-tangan jahil, diketahui sejumlah lampu penerangan jalan milik Pemko Medan diketahui hilang dicuri oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.

Pengaturan lalu lintas di Kota Medan masih semraut. Hal ini dibuktikan, traffic light (lampu merah-red) sering rusak dan tidak menyala, sehingga menjadi kendala pengendara lalu lintas. Akibat adanya ini, Dinas Perhubungan Medan mengakui lampu merah sering mati disebabkan cuaca dan kabel sering dicuri.

Kasubdis Penerangan Dinas Pertamanan Kota Medan, Tajuddin, ketika menjawab pertanyaan HARI INI terkait soalnya kondisi penerangan Kota Medan yang belakangan ini tak lagi berfungsi selama empat tahun belakangan ini.

“Saya tidak setuju jika penerangan jalan tidak berfungsi selama empat tahun, tidak mungkin itu. Kami juga mengalami kendala, di mana sejumlah lampu milik Dinas Pertamanan diataranya di Lapangan Merdeka dan Lapangan Benteng juga dicuri orang,” ungkapnya.

Pantuan HARI INI dilapangan, sejumlah lampu sorot milik Dinas Pertamanan diduga hilang, akibat tangan-tangan jahil. Beberapa lampu yang hilang di antaranya di kawasan Lapangan Merdeka, di mana dua lampu 1000 watt hilang dicuri. Tak hanya itu, belakangan ini panel serta kabel di Asrama Widuri juga hilang di curi.

Pernyataan yang sama juga disampaikan Kepala Dinas Perhubungan Kota Medan, Dearmando Purba kepada HARI INI, hilangnya kabel lampu merah ini sangat fatal terhadap sistem jaringan lampu merah di sebuah persimpangan. Biasanya, matinya
lampu merah bisa diakibatkan karena hilangnya kabel lampu merah, atau diakibatkan hembusan angin terlampau kencang sehingga mematikan bola lampunya.

Akibat adanya ini, Dinas Perhubungan Medan mengakui lampu merah sering mati
disebabkan cuaca dan kabel sering dicuri. “Tapi, kami tetap menghidupkannya kembali. Terkadang, memang sulit dilakukan akibat seringnya hilang kabel,” ucapnya.

Dia menyebutkan, lampu merah yang sering mati diakibatkan hilangnya kabel yakni dipersimpangan Jalan Imam Bonjol-Jalan S Parman. Tepatnya, berdekatan dengan taman Ahmad Yani. Kabel sepanjang 50 meter saja sangat mahal harganya, bisa mencapai Rp30 ribu. “Inilah yang seterusnya kami alami, makanya kami hanya bisa memasangnya kembali. Tapi, pelakunya belum diketahui siapa saja,”ujarnya.(darwinsyah)

Fenomena Golput Jelang Pemilu 2009

*Tifatul Sembiring: Ingin Perubahan Jangan Golput!

HARIAN SORE 'HARI INI'

(08.59 WIB) Pesta demokrasi di Indonesia yang akan bergulir 19 April mendatang, pentas demokrasi ini merupakan kenduri rakyat yang dinanti-nantikan oleh rakyat kita. Namun fenomena golongan putih (Golput) terus bergulir bak, bola salju yang bergelinding perlahan-lahan menjadi gunung es.

Faham golput memiliki logika proteksiones, artinya ketika kekuasaan hanya menjadi fokus ambisi para politisi, golput memiliki daya tawar terhadap integritas kekuasaan. Inidikator ini menandai terjadinya deflasi kepercayaan publik terhadap figur pemimpin yang berada di etalase pemilu.

Pada awal-awal Orde Baru, aktivis mahasiswa 66 Soe Hok Gie dan Arief Budiman melakukan gerakan yang dikenal nama golput sebagai bentuk protes penyelenggaraan pemilu yang penuh rekayasa dan menjadi tren hingga saat ini.

Menjelang Pemilu 2009 ini, Gusdur bersiap berkampanye untuk golput, tidak dikampanye jumlahnya saja kurang lebih mencapai 40%. Sementara itu, beberapa bulan lalu, sekitar 40 kiai berkumpul di Sidoarjo, Jawa Timur di dalam forum Bahtsul Masail mereka mengeluarkan fatwa haram untuk golput yang dipimpin oleh pengasuh pondok Pesantren Al Khoziny Sidoarjo, KH Abdus Salam Mujib.

Presiden Mahasiswa UISU Irwansyah Putra Nasution kepada mengatakan menilai mekanisme demokrasi di Indonesia perlu dikaji ulang. Berkaitan dengan legitimasi, Irwan juga berpendapat bahwa angka golput sama sekali tidak mempengaruhi legitimasi pemimpin terpilih. Hanya saja menurutnya, golput akan berpengaruh pada position power dari pemimpin tersebut.

Menilai bahwa sistem pemilihan secara langsung merupakan sebuah kemunduran. Dia menambahkan, “Sistem pemilihan secara langsung adalah sistem demokrasi kuno yang ada pada jaman Romawi. Kenyataannya, negara-negara maju telah meninggalkan sistem ini dan beralih ke sistem demokrasi perwakilan,” ujarnya.

Menurut mahasiswa STIK-P Medan semester akhir ini, Fajar, mengatakan Golput merupakan hak setiap individu, sehingga tidak perlu dipermasalahkan. Golput sebagai kegagalan sosialisasi pemerintah khususnya partai politik. Kegagalan tersebut, bukan hanya dari segi pendidikan politik yang harusnya menjadi kewajiban partai, namun juga kegagalan dalam hal administratif, khususnya pendataan penduduk.

“Malaikat saja Golput, kenapa saya kalo golput hukumnya haram, syariat Islam yang mana yang menyatakan dengan tegas bahwa golput itu haram,” cetusnya.

Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Tifatul Sembiring calon anggota DPR RI Dapil I Wilayah Sumatera Utara, melalui via telepon kepada HARI INI tadi pagi mengatakan, Persentase Golput pun terbilang fenomenal, karena untuk mencapai angka 5% saja dalam Pemilu bagi sebuah parpol sudah sangat berat. Sementara kita bisa lihat, angka Golput selalu berkisar pada angka di atas 6% dari total jumlah pemilih. Bahkan Golput katika pemilu 1999 meraih ‘suara’ lebih dari 10.40% pemilih. Hal ini berarti jauh di atas Electoral threshold (ET) yang cuma 2% dan jauh di atas suara partai besar seperti PAN, PBB dan PKS saat itu. Artinya apa, jika Golput ini kita lembagakan maka menurut Undang-undang otomatis akan lolos dalam pemilu 2009 ini sebagai salah satu alternatif pilihan masyarakat.

”Ingin sebuah perubahan jangan golput, saya berikan apresiasi kepada Fatwa MUI tersebut yang mengharamkan golput dan mengimbau jangan golput karena pemilu kali ini menentukan nasib kita 5 tahun mendatang,” tegasnya.

Terkait hal tersebut, Ketua MUI Medan, Prof DR H Mohd Hatta mengatakan, seperti hasil pertemuan MUI di Padang Panjang, MUI mencoba memberikan arahan kepada para calon pemilih dengan cerdas untuk memakai hak suaranya pada 9 April mendatang agar tidak golput. Pada prinsipnya, fatwa MUI untuk menyadarkan betapa pentingnya hak suara umat untuk mendukung pembangunan pemerintahan yang baik dan benar.

”Kalau sehat jasmani dan rohani serta secara administrasinya lengkap, hal inilah yang dapat mengharamkannya dan golput bukan salah satu alternatif pilihan masyarakat,” tambahnya.(darwinsyah)

Lo Than Muk Sang Penyayang Buaya

*Objek Wisata yang Tak Tersentuh Tangan Pemerintah
HARIAN SORE 'HARI INI'

(09.25 WIB) Sejarah berdiri objek wisata peternak buaya Asam Kumbang yang terletak di jalan Bunga Raya, Desa Asam Kumbang Kecamatan Medan Selayang tepatnya dipinggiran Kota Medan. Pada tahun 1959 yang dimulai dari 12 ekor anak buaya yang berasal dari sungai Sumatera Utara yang pada saat itu buaya masih belum digolongan sebagai binatang yang dilindungi. Jadi, pada masa itu orang-orang bebas menangkap, dan memelihara untuk tujuan komersil maupun tujuan lain.

Lo Than Muk kelahiran Aceh Timur 11 Maret 1948 dari 6 bersaudara anak seorang petani sayur ini menghabiskan usianya untuk membangun peternakan buaya dengan untuk mengembangbiakan hewan tersebut agar tidak punah dan anak cucu kita kelak dapat mengetahui spesies ini.

Lo Than Muk seorang penyayang binatang yang pernah mengecap masa pahit dari zaman penjajahan kolonial Belanda dan Jepang ini harus berjuang untuk mendirikan peternakan buaya dengan lahan seluas 2 hektar nan asri. Dengan istri tercinta Lim Hui Cu,(61) beserta kedua anaknya Robert Lo,(29) dan Robin Lo,(27) mereka dengan rasa kecintaanya terhadap hewan tersebut dari menjaga, memelihara merawat dan mengembangkan peternakan buaya ini merupakan bagian hidup dari keluarga besar Lo Than Muk samapi saat ini.

Berbagai penghargaan pernah diraih Lo Than Muk sang penyayang satwa buaya ini, dari Juara I pencetus Lingkungan Terbaik dalam rangka “Peringatan Hari Lingkungan Hidup se-Dunia” tahun 1984. Daerah Tingkat I Provinsi Sumatera Utara dan Perhargaan Penangkaran Satwa dalam rangka “Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional” tahun 1995.

Objek wisata yang dibangun dengan peluh yang mengucuri perjuangan keluarga Lo Than Muk, kerja keras dan saling bahu membahu ternyata perjalanan pahit mereka menghasilkan buah yang manis. Kini, sudah 2800 ekor buaya yang dihasilkan dengan 2 jenis yaitu buaya muara dan buaya sinyulung. Buaya tertua berusia kurang lebih 48 tahun dan panjangnya kira-kira 5-6 meter.

Hari demi hari, tahun berganti tahun dan jarum jam terus berotasi menghampiri menit dan detiknya. Namun, kebersamaan mereka harus diakhiri di tahun 2007 lalu. Ayahanda tercinta Lo Than Muk meninggal mereka untuk selama-lamanya dengan meninggal sejuta kenangan manis yang selalu menyelusup ke dalam sendi-sendi kehidupan keluarga ini tanpa mengenal batas dan ruang waktu.

Sosok Lo Than Muk sang penyayang buaya ini, amat dirindukan oleh istri dan kedua anak serta kedua cucunya yang menjadi sebuah penggalan cerita bagi keluarga ini. “Sesekali saya membantu suami dan anak bungsu si Robin menjaga tiket masuk dan warung, ketika mereka sedang beristirahat,” kenangnya, Lim Hui Cu yang menerawanng jauh ke masa lalu bersama Lo Than Muk, sang suami tercinta.

Meskipun, Robert Lo dan Robin Lo sejak kecil selalu diajak bermain dengan buaya-buaya kesayangan. Namun, beliau tidak ingin anak-anak nanti seperti dirinya.

Tapi, sosok Lo Than Muk mengalir ke dalam darah Robin Lo yang ingin meneruskan peninggalan berharga dari prang yang sangat cintai ini yang mengajarkan mereka arti sebuah kasih-sayang dan perjuangan hidup yang hakiki. kenangnya sekali lagi, terlihat dari pancaran bola matanya.

Dinamika zaman terus bergulir, laksasan air sungai yang mengalir ke muara yang tidak dapat berhenti. Perjuangan keluarga Lo Than Muk belum berakhir dan terus berjalan mengikuti jarum jam. Lihat saja kini, ribuan buaya yang di pelihara di lokasi obyek wisata di Kecamatan Asam Kumbang terancam punah. Pasalnya, mulai mendapat masalah biaya operasional untuk 2800 buaya-buaya tersebut yang sehari-harinya membutuhkan pakan 1 ton daging ayam mati.

Robin Lo, (27), putra kedua dari Alm. Lo Than Muk, harus bekerja keras untuk dapat terus mengelola penangkaran milik ayah tercinta ini, Karena bantuan terakhir yang ia terima dari pemerintah melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata pada tahun 1993. Kini, ia bersama ibunya, berjuang dan berusaha mandiri sepeninggalan ayahnya pada tahun lalu. Setiap hari 1 ton daging ayam mati, mereka harus memenuhi kebutuhan pakan untuk buaya yang berjumlah 2800 ekor itu. Berkisar Rp500.000 per hari yang harus mereka keluarkan.

“Selama ini kami coba terus memelihara buaya-buaya ini karena kecintaan akan hewan tersebut. Tapi lama kelamaan kami sudah mulai kewalahan akan biaya opersionalnya,” jelas istri Alm. Lo Than Muk. Menurutnya, dalam satu harinya mereka harus mengeluarkan uang senilai Rp500 per hari untuk pakan buaya-buaya tersebut.

Padahal, Direktur Jenderal Pemasaran Departemen Kebudayaan dan Pariwisata (Depbudpar) memasukkan Sumatera Utara (Sumut) menjadi salah satu destinasi wisata nasional pada tahun 2009. Namun, realisasi untuk objek wisata peternakan buaya dipandang sebelah mata dan sama sekali tidak tersentuh oleh Pemko Medan, Pemerintah Daerah dan Dinas Kebudayan dan Pariwisata. Terkesan dianaktirikan. Sebab, sampai detik ini pihak yang terkait masih belum mampu melakukan apa-apa padahal situasi dan kondisi perternakan buaya ini semakin hari, semakin memprihatikan.

Jadi, apabila kita berkunjung ke objek wisata penangkaran buaya Lo Than Muk, Asam Kumbang ini berarti kita secara tidak langsung kita sudah sangat membantu keluarga ini serta ikutserta melestarikan satwa langka ini untuk anak cucu kita kelak.(darwinsyah)

Sumber foto: www.kabarindonesia.com