Minggu, 03 April 2011

Banjir Besar Medan Polonia
Seorang nenek terjebak di dalam rumah di mana posisi rumah tepatnya bersebelah dengan sungai Babura. Jumat (1/4) pagi. Namun, sampai pukul 12.00 WIB siang TIM SAR belum juga datang untuk mengevakuasinya.
Medan Tercatat sebanyak 11 kecamatan di Kota Medan terendam banjir akibat meluapnya kedua sungai tersebut hingga membuat sejumlah wilayah di daerah itu, akses jalan kota termasuk kawasan pemukiman elit terendam. Beberapa Kecamatan tersebut yakni Medan Tuntungan, Medan Selayang, Medan Polonia, Medan Baru, Medan Petisah, Medan Johor, Medan Barat, Medan Helvetia, Medan Maimun, Medan Labuhan, dan Medan Belawan.
Beberapa titik jalan raya pintu masuk Kota Medan yang tergenang air seperti Jalan Mongonsidi Medan, Jalan Adi Sucipto Polonia, Jalan Jamin Ginting, Jalan Pattimura, Jalan S Parman, Jalan Gajah Mada, Jalan Iskandar Muda dekat Pringgan.
Kemudian Jalan dr Mansyur, Jalan Wahid Hasyim, Jalan Sriwijaya, Jalan Ngalengko, Jalan Sunggal Medan, Jalan TB Simatupang, Jalan Air Bersih hingga Jalan Titi Papan.
Berdasarkan data sementara yang dihimpun dari Bagian Tata Pemerintahan Setda Kota Medan, di Medan Tuntungan banjir merendam di Kelurahan Mangga sebanyak 11 lingkungan dengan jumlah 1.414 KK.Medan Barat Kelurahan Kesawan yang menimpa 330 KK, Medan Selayang Kelurahan Beringin 450 KK, Medan Sunggal Kelurahan Lalang, Kelurahan Sunggal dan Kelurahan Tanjung Rejo (356 KK). Setelah itu, Kecamatan Medan Polonia di 3 kelurahan yaitu Kelurahan Polonia, Kelurahan Sari Rejo dan Kelurahan Kampung Anggrung sekitar 400 KK, Kecamatan Medan Baru di 5 kelurahan yakni Kelurahan Petisah Hulu, Kelurahan Merdeka, Kelurahan Darat, Kelurahan Padang Bulan dan Kelurahan Titi Rante dengan jumlah 300 KK.
Selanjutnya, Kecamatan Medan Johor di Kelurahan Kwala Bekala, Kelurahan Pangkalan Mansyur dan Kelurahan Gedung Johor sebanyak 20 KK, Kecamatan Medan Helvetia di Kelurahan Tanjung Gusta dan Kelurahan Cinta Damai yang menimpa 1.116 KK, Kecamatan Medan Maimun Kelurahan Sei Mati dengan jumlah 500 KK.
Kawasan Medan Utara juga terendam banjir antara lain Kecamatan Medan Labuhan tiga kelurahan yakni Kelurahan Martubung, Kelurahan Sei Mati, Kelurahan Pekan Labuhan dan Kelurahan Titi Papan sebanyak 350 KK serta Kecamatan Medan Belawan dan Kecamatan Medan Marelan yang digenangi air yang merendam rumah warga sekitar 300 KK.

BNPB BANTU KORBAN BANJIR MEDAN Rp200 juta
Foto Sekolah Amal Salah Simalingkar Jumat (1/4) yang terendam banjir besar kemarin


Medan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) memberikan bantuan sebesar Rp200 juta untuk para korban bencana banjir di Kota Medan. Bantuan diserahkan Direktur Tanggap Darurat BNPB Tri Budiarto didampingi Staf Khusus Menko Kesra Leo Nababan dan Ketua Fraksi PPP DPR RI H Hasrul Azwar, ketika meninjau lokasi bencana alam itu di Medan.
Bantuan ini merupakan bentuk perhatian sekaligus keprihatinan BNPB terhadap bencana banjir yang melanda sebagian besar wilayah di Kota Medan, ujar Tri Budiarto.
Sementara itu, Staf Khusus Menko Kesra Leo Nababan meminta agar bantuan itu tidak dilihat dari jumlahnya. Lihatlah bantuan ini sebagai bentuk perhatian pemerintah pusat kepada daerah, katanya.
Ia juga meminta BNPB memberi perhatian khusus terhadap proposal bantuan yang diajukan Pemerintah Kota Medan untuk penanggulangan bencana banjir di daerah itu.
Harapan kita, Kota Medan segera terbebas dari banjir, karena daerah ini merupakan pintu gerbang wilayah barat, katanya.
Walikota Medan,Rahudman Harahap, mengatakan sejauh ini Pemkot Medan masih mampu mengambil tindakan-tindakan yang diperlukan bagi penanggulangan pasca banjir.
Ia hanya berharap pemerintah pusat memberi perhatian serius terhadap dua akses jalan yang terputus di daerah itu, masing-masing di Sari Rejo dan Labuhan. Ini yang kami harapkan jadi perhatian serius BNPB, katanya.
Rahudman juga menyampaikan kondisi masih banyaknya warga yang tinggal di daerah bantaran sungai serta kondisi pendangkalan yang terus terjadi. Perlu penghijauan di bantaran sungai disamping pengerukan, ujarnya.
Pada kesempatan itu ia juga mengutarakan kekecewaan karena pihaknya justru diminta mengajukan proposal untuk mendapatkan bantuan. “Kami disuruh buat proposal, baru bantuan turun, padahal bantuan itu sangat dibutuhkan dan harus langsung disalurkan, termasuk permintaan kami untuk pengadaan perahu karet dan tenda, katanya.
Pada bagian lain ia menyebutkan, banjir sudah mulai surut di sekitar 80 persen wilayah yang terkena musibah. Korban musibah banjir yang terjadi sejak Kamis (31/3) malam itu tercatat mencapai 12.224 kepala keluarga atau sebanyak 51.882 jiwa yang tersebar di 13 kecamatan dan tidak ada korban jiwa.
Ke-13 kecamatan yang dilanda musibah banjir kali ini masing-masing Kecamatan Medan Tuntungan, Medan Deli, Medan Labuhan, Medan Sunggal, Medan Baru, Medan Johor, Medan Maimum, Medan Selayang, Medan Barat, Medan Helvetia, Medan Petisah, Medan Amplas, dan Kecamatan Marelan.
Kecamatan Medan Labuhan tercatat sebagai daerah terparah dilanda banjir kali ini. Di kecamatan itu, banjir antara lain melanda Kelurahan Martubung yang didiami 1.950 kepala Keluarga (KK) atau 9.636 jiwa, kemudian Kelurahan Pekan Labuhan (625 KK, 3.123 jiwa), dan Kelurahan Sungai Mati (400 KK, 1.532 jiwa) Sejauh ini Pemerintah Kota Medan telah menyalurkan bantuan berupa beras sebanyak 16 ton, 9.750 nasi bungkus, telur 13.360 butir, mi instan 2.273 dus, air mineral 675 dus, serta tenda sebanyak 15 unit.
"Dapur umum juga sudah didirikan di 65 titik di 13 kecamatan," katanya.
Banjir yang melanda Kota Medan kali ini merupakan yang kedua sepanjang tahun 2001. Pada Januari lalu banjir juga telah meluluhlantakan 16 dari 21 kecamatan di daerah berpenduduk 2,3 juta jiwa lebih itu.

Gedung Akbid Senior Medan di Pinggir Sungai Ambruk
Medan Sejumlah warga menyaksikan robohnya bangunan berlantai empat Akbid Senior yang berdiri di bantaran Sungai Babura kawasan Jamin Ginting Pasar I, Senin (4/4). Masyarakat lingkungan VII Kelurahan Titi Rantai Kecamatan Medan Baru merasa keberatan dengan adanya bangunan Akbid Senior Medan yang berada di pinggir sungai. Karena mereka menilai bangunan itu salah satu penyebab terjadinya banjir yang dampaknya terkena kepada warga setempat.
“Tadi pagi sebenarnya kami mau berunjuk rasa terkait berdirinya gedung Akbid Senior Medan di pinggir sungai, rupanya kemarin malam bangunan itu sudah runtuh, sehingga kami membatalkannya,” kata Mama Suriati mewakili warga lainnya saat dimintai tanggapan terkait bangunan Akbid Senior Medan yang sudah runtuh, Senin (4/4).
Pembangunan gedung itu juga lanjutnya disinyalir menyalahi Perda yang ada. Seharusnya pembangunan itu jaraknya berada 15 meter dari bibir sungai. Tapi bangunan Akbid Senior Medan itu malah mengambil separuh sungai sehingga sungai Babura menjadi sempit yang akhirnya menimbulkan banjir yang mengenai rumah-rumah warga setempat. Mama Suriati mengaku selama dirinya tinggal puluhan tahun di tempat ini, rumahnya tidak pernah kebanjiran. Setelah adanya gedung Akbid Senior Medan malah rumahnya kebanjiran.
“Ketika akan dibangun gedung itu kita sudah menegur pihak yang berkompeten. Tetapi mereka tak mengindahkannya, malah pembangunan itu terus berjalan,” tambah Hamidah. Warga meminta pemerintah Kota Medan supaya tidak mengizinkan lagi membangun Akbid Senior Medan yang runtuh itu di atas pinggir sungai, sehingga warga tidak menjadi korban lagi.

Tidak digubris
Lurah Titi Rantai Harry I Tarigan saat dikonfirmasi membenarkan ada laporan dari warganya yang merasa keberatan dengan berdirinya gedung Akbid Senior Medan di atas pinggir sungai. “Saya tidak bisa berbuat apa-apa saat itu, karena semenjak saya menjabat di sini bangunan itu sudah berdiri. Namun dirinya telah menyampaikan keluhan itu kepada pihak yayasan, tetapi mereka seolah-olah memiliki power. Ucapan saya tidak digubris,” tandasnya.
Hal yang sama juga diungkapkan Kepling Lingkungan VI Hamidah Hanum. Terkait pembangunan itu kami sudah empat kali mendatangi pihak yayasan, namun mereka tidak ambil peduli. “Padahal saat bangunan ini runtuh warga setempat juga yang membantu,” ucapnya.
Humas Akbid Senior Medan Hasudungan Siahaan saat dimintai tanggapan terkait runtuhnya bangunan itu mengatakan, mahasiswa yang sedang kuliah mereka arahkan ke kampus II di Marelan. Sedangkan yang praktek sedang menjalankan proses belajar di klinik dan rumah sakit.
Disebutkannya, dalam peristiwa runtuhnya bangunan itu tidak ada korban jiwa, karena sudah kita antisipasi sebelumnya tidak memaksimalkan mahasiswa berada di lokasi tersebut. “Begitu peristiwa itu terjadi, para mahasiwa sudah berada di tempat yang aman,” katanya sembari menambahkan pihak yayasan akan bertanggung jawab sepenuhnya terhadap barang-barang mahasiswa yang rusak maupun hilang.
Mengenai bangunan yang rusak akan diperbaiki. Dan rencananya akan memperbesar gedung yang berada di kampus II Marelan. Kepada orangtua yang terkejut dan syok akibat peristiwa ini pihak yayasan mohon maaf. Tapi ini murni bencana yang tidak kita inginkan.
Sementara itu, Kapolsekta Medan Baru AKP Doni Alexander melalui Kanit Reskrim Iptu Endik Eko S ketika dikonfirmasi perihal ambruknya gedung tersebut mengaku belum ada memeriksa saksi-saksi karena harus mengevakuasi gedung terlebih dulu guna menghindari hal tidak dingini, mengingat masih labilnya bangunan yang ambruk tersebut. Mengenai korban jiwa maupun cedera Iptu Endik Eko S membantahnya.
“Tidak ada korban jiwa atau luka-luka dalam insiden tersebut. Para mahasiswa maupun mahasiswi yang tinggal di gedung itu berhasil menyelamatkan diri. Karena ada tengat waktu sekitar 15 menit antara kejadian dan sebelum kejadian, hingga memberi ruang dan waktu bagi anak didik untuk menyelamatkan jiwa mereka,” kata Iptu Endik Eko S melalui telepon selulernya.(sumber:analisadaily.com)

Pemko Medan akan Teliti Izin Gedung Akbid Senior

Medan Runtuhnya Gedung Kampus Akademi Kebidanan (Akbid) Senior Jalan Bahagia Gang Pelita Nomor 32,Padang Bulan, Medan, Minggu (3/4) malam, disebabkan pondasi yang keropos lantaran terkikis air Sungai Babura.
Pemerintah Kota (Pemko) Medan sedang meneliti apakah gedung berlantai empat yang berada persis di pinggir Sungai Babura ini memiliki izin. Kepala Kepolisian Sektor Kota (Kapolsekta) Medan Baru Komisaris Polisi (Kompol) Dony Alexander mengungkapkan, berdasarkan hasil penyelidikan sementara mereka, abrasi menjadi penyebab runtuhnya bangunan pada sisi kiri Kampus Akbid Senior.
Banjir besar yang melanda Kota Medan, Jumat (1/4) lalu, menjadi faktor utama penyebab keroposnya pondasi bangunan. “Dugaan sementara, runtuhnya bangunan sisi kiri gedung disebabkan karena abrasi. Kanbeberapa hari lalu hujan lebat,jadi terjadi pengikisan,” bebernya kemarin. Peristiwa ini tidak merenggut korban jiwa. Meski demikian, mereka tetap memprosesnya dengan bentuk laporan. “Kejadian runtuhnya gedung, tetap akan kita laporkan,” paparnya. Hingga kemarin sore, garis polisi masih terpasang di lokasi runtuhnya gedung tersebut.
Seperti diberitakan, gedung yang ambruk terletak di bagian pojok belakang gedung berbentuk huruf U, berdekatan dengan Sungai Babura. Lantai empat gedung itu merupakan ruang bangsal asrama perempuan, sedangkan lantai tiga, ruang belajar mengajar mahasiswa. Di tempat terpisah,Humas Akbid Senior Medan Hasudungan Siahaan mengatakan, pihak yayasan masih mengevaluasi gedung yang ambruk untuk diperbaiki agar kembali dapat dipergunakan.
“Hingga saat ini pihak yayasan belum berencana untuk memindahkan lokasi yayasan,” ujarnya kepada wartawan kemarin. Pihak yayasan tidak mengizinkan siapa pun memasuki gedung pascaambruk. Sebab, kondisi dinding gedung yang retak dapat memicu runtuhan baru.Yayasan akan mengganti seluruh barang-barang mahasiswi kebidanan rusak. Aktivitas belajar mengajar tetap berjalan lancar kemarin.
Namun, pihak yayasan mengambil keputusan dengan mencari solusi kegiatan belajar mengajar mahasiswi.Sebagian mahasiswi terpaksa dipindahkan Kampus 2 yang berada di Marelan. Sementara itu, Kepala Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan Pemerintah Kota (Pemko) Medan Sampurno Pohan mengatakan, belum bisa memastikan apakah Kampus Akbid Senior yang berada di bantaran Sungai Babura atau jalur hijau itu memiliki izin mendirikan bangunan (IMB) atau tidak.Sebab,biasanya bangunan di daerah aliran sungai (DAS) tidak memiliki izin dan tidak dibenarkan sesuai peraturan.
Untuk memastikannya, mereka akan melakukan pengukuran ulang dan pengecekan berkas. “Biar lebih akurat,kami melakukan pengukuran, pengecekan peta apakah masuk daerah aliran sungai dan berkas permohonan izin.Berkasnya belum terlihat,”katanya kemarin. Menurut dia, jarak bangunan dengan kawasan jalur hijau minimal 10-15 meter.Bila tidak sampai,sudah dipastikan tidak memiliki izin.
“Izinnya tidak ada, tapi biar semua pasti, kalaupun ada kami akan kaji lagi apakah bisa dicabut izinnya dengan alasan kondisi saat ini. Bangunan di depan itu mungkin ada (izin), yang ambruk ini bangunan tambahan,” tandasnya.

13 kecamatan di Medan Direndam Banjir Besar
Dinas Bina Marga Kota Medan Desak Kementerian PU Bangun Kanal Baru

Medan Pasca terjadinya banjir besar sekira pukul 04.04 WIB dinihari pada Jumat (1/4) dinihari tercatat 13 kecamatan di Medan dilanda musibah banjir akibat luapan debit air Sungai Babura, yaitu Kecamatan Medan Tuntungan, Medan Deli, Medan Labuhan, Medan Sunggal, Medan Baru, Medan Johor, Medan Maimum, Medan Selayang, Medan Barat, Medan Helvetia, Medan Petisah, Medan Amplas, dan Kecamatan Marelan. Ini banjir terbesar dalam beberapa tahun terakhir, yang mengakibatkan 12.224 kepala keluarga atau 51.882 jiwa harus mengungsi, tapi kemarin sore sebagian besar kawasan sudah bebas dari banjir.
Sementara itu Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) diketahui memberikan bantuan sebesar Rp200 juta untuk para korban bencana banjir di Kota Medan. Bantuan diserahkan Direktur Tanggap Darurat BNPB Tri Budiarto didampingi Staf Khusus Menko Kesra Leo Nababan dan Ketua Fraksi PPP DPR RI Hasrul Azwar kepada Walikota Medan Rahudman Harahap.
Menurut Kepala Dinas Bina Marga Kota Medan Gunawan Surya Lubis mengemukakan pula bahwa Pemko Medan mendesak Kementerian Pekerjaan Umum (PU) Pusat untuk membangun kanal baru untuk membatasi debit air Sungai Babura yang mengalir dari kawasan dataran tinggi Medan Tuntungan atau Sibolangit Deliserdang. "Kita akan mintakan bangun kanal Sungai Babura baru di dataran tinggi. Karena debit air di sana tidak terkendali makanya mengalir secara besar ke Medan hingga terjadi banjir itu. Ini mendesak, karena debit air Babura sangat besar dan tidak pernah dibendung," katanya.
Gunawan menjelaskan, Sungai Babura jauh berbeda dengan Sungai Deli, karena Sungai Deli telah memiliki kanal banjir sehingga debit air yang mengalirinya bisa terkendali. Kanal Sungai Deli saat ini terletak di kawasan Mariendal Medan Medan Johor, dan banjir yang terjadi di Medan bukan berasal dari Sungai Deli.
Dia menuturkan, walau pembangunan kanal sungai membutuhkan anggaran besar dan butuh waktu lama maka usulan ini harus dilakukan mulai sekarang agar mulai terprogram dalam APBN di tahun mendatang. Untuk usulan itu, menurutnya, sudah disampaikan melalui surat yang dilayangkan Walikota Medan ke Kementerian PU.
Dia mengemukakan pula usaha mengatasi banjir dari Sungai Babura dengan melakukan pengerukan hanya untuk penanganan sesaat dan sementara. Sebab, pengerukan hanya bisa dilakukan maksimal 1 atau 2 meter kedalaman dasar sungai dan tujuannya untuk memperbesar daya tampung debit air di sungai agar tidak meluap ke dasar."Pengerukan memang bisa, tapi maksimal itu kan 1 atau 2 meter saja. Tidak bisa terlalu dalam, karena nanti malahan air laut yang masuk ke sungai karena terlalu dalam dasar sungai. Kanal Sungai Babura itu dapat dilakukan dengan membuka jalur sungai baru untuk pembuangan ke laut. Jadi, kita usulkan sekaligus kita mintakan langsung pada pertemuan nanti hari, Selasa (5/4), Bina Marga Medan, Balai Sungai dan Air dan Balai Jalan dan Jembatan Kementrian PU di Sumut untuk membahas masalah banjir di Medan ini," tegasnya.

Bantaran Sungai Harus Bebas dari Bangunan

Medan Pelaksana Tugas Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Gatot Pudjonugroho mengatakan, banjir terparah yang melanda Kota Medan, Jumat (1/4) lalu, akibat berubahnya lahan di daerah aliran sungai (DAS) Sungai Babura dan Sungai Deli. “Memang terjadi perubahan lahan.Hampir seluruh bantaran Sungai Babura telah menjadi permukiman.
Walaupun faktor cuaca ekstrem ikut memengaruhi terjadinya banjir,”ujarnya pada Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Sumut di Kantor Gubernur Sumut,Medan,kemarin. Dia mengharapkan Wali Kota Medan Rahudman Harahap memberikan perhatian serius dalam membenahi drainase dan tata ruang kota.Apalagi, pemerintah pusat sudah menegaskan pentingnya perhatian terhadap masalah tata ruang.
“Kita minta komitmen semua pihak, terutama Pemerintah Kota Medan untuk menjaga keseimbangan lingkungan di bantaran Sungai Babura dan Sungai Deli,”tandasnya. Di sisi lain, Gatot berharap pemerintah pusat bersedia menampung anggaran normalisasi Sungai Deli dan Sungai Babura pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2011.
Sebab, desain penanganan banjir pada dua sungai itu yang awalnya untuk siklus 15 tahunan kini menjadi 5 tahunan.Kedua sungai yang membelah Kota Medan itu kerap meluap dan membanjiri permukiman warga apabila hujan deras di hulu. “Kondisi existing(yang ada) di kedua sungai itu hanya mampu menampung debit banjir untuk siklus 5 tahunan sehingga untuk menormalisasinya butuh alokasi dana dari APBN-P 2011,”imbuh Gatot.
Wali Kota Medan Rahudman Harahap yang dikonfirmasi di sela-sela acara itu mengaku, apa yang diingatkan Pelaksana Tugas Gubernur Sumut sudah menjadi perhatian dan komitmen Pemko Medan. Saat ini, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Medan sedang disusun sebelum disahkan menjadi Peraturan Daerah (Perda) oleh DPRD. “Mudahmudahan, dalam waktu dekat regulasi tersebut sudah rampung,” ujarnya. Sebagaimana diberitakan, banjir kiriman yang menerjang Kota Medan Jumat (1/4), telah merendam 12 dari 21 kecamatan dengan ketinggian air antara 1-2 meter.
Bahkan, banjir kiriman tersebut telah pula melumpuhkan kegiatan belajar mengajar di 60 lembaga pendidikan, dan mengganggu aktivitas warga. Ketua DPRD Medan Amiruddin mengatakan, persoalan banjir yang terjadi di Medan ini tidak terlepas dari kurangnya koordinasi antarinstansi pemerintah baik itu pemerintah pusat,Provinsi Sumut dan kabupaten/kota yang terkait dengan aliran sungai dari hulu ke hilir.
Kata dia,masalah banjir ini sudah berulangkali disarankan untuk ditangani bersamasama. Namun, memang belum ada tindaklanjut yang signifikan. Misalnya, soal penanganan aliran sungai di Medan yang menjadi tanggungjawab pemerintah pusat melalui Balai Wilayah Sungai (BWS) Sumatera I. “Saya kira pemerintah pusat dan provinsi harusnya sudah bertindak. Jangan waktu kejadian baru kita disibukkan untuk menanganinya.
Pemerintah Kota Medan juga kami minta untuk mengamankan daerah aliran sungai (DAS) di wilayah ini sehingga tidak semakin sempit,”ungkapnya. Sekretaris Komisi D Muslim Maksum menambahkan,selain melakukan perbaikan DAS, penghijauan dan pengerukan sungai,PemkoMedanjugaharus memperbaiki drainase di Kota Medan. Cara yang paling tepat adalah dengan mendapatkan peta drainase buatan Belanda yang ada di Universitas Leiden. “Ini sudah sering kami dorong.
Dengan memiliki peta itu, Pemko Medan tahu mana drainase yang harus ditanganinya. Kalau tidak salah,Kota Yogyakarta sudah melakukan ini dan hasilnya sudah lebih baik untuk mereka,”pungkasnya. Sementara itu, Sekretaris Daerah Kota (Sekdako) Medan Syaiful Bahri berharap BWS dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumut melakukan pengerukan sungai.
Untuk sekolah dan puskesmasdi kawasanbantaransungai, sedang dilakukan pendataan berapa gedung sekolah dan puskesmas yang terendam banjir. Untuk pencegahan ke depan akan dilakukan revitalisasi. Mereka akan memikirkan apakah akan merelokasi puskesmas dan sekolah tersebut. Relokasi merupakan jalan terakhir untuk menyelamatkan bangunan itu.

Pemko Medan Inkonsisten
Direktur Lembaga Pengkajian Permukiman dan Pengembangan Kota Rafriandi Nasution menilai,banjir yang terjadi di Kota Medan disebabkan dua faktor,yakni adanya perubahan iklim,semestinya musim kemarau, tapi menjadi musim hujan dan ulah tangan manusia. “Manusia membangun,tapi tidak memikirkan keseimbangan dan lingkungan.Lahan yang mestinya dijadikan kawasan hijau dan cagar alam,dialihfungsikan menjadi kawasan permukiman, pusat bisnis dan pertokoan,” katanya kepada SINDOkemarin.
Menurut dia, sikap tidak tegas dan inkonsistensi Pemko Medan dalam menegakkan peraturan juga memberi andil bencana banjir.Sebelumnya telah tegas dalam perda tataruang wilayah adanya kawasan-kawasan yang dijadikan kawasan hijau. Namun, dengan alasan pembangunan kawasan itu diubah. Seperti di kawasan Medan Selatan, kini sudah berdiri bangunan pertokoan,pusat bisnis dan permukiman.
Padahal, kawasan itu sebelumnya ditetapkan sebagai kawasan terbuka. Contoh terdekat, seperti Lapangan Merdeka Medan dan lahan di samping Kantor Wali Kota Medan yang kini di atasnya berdiri Palladium. “Kawasan itu masuk kawasan terbuka hijau,tapi lihat sekarang ini sudah berdiri bangunan. Begitu juga di daerah pinggiran sungai lainnya, seperti kawasan Jalan Multatuli dan sekitar Bandara Polonia Medan,”tukas Rafriandi.
Mantan anggota DPRD Sumut dari Partai Amanat Nasional (PAN) ini menilai, pemerintah dan penentu kebijakan, terutama di Kota Medan seringkali tidak konsisten dengan kebijakan yang dibuat sebelumnya. Contoh lain soal batas kawasan daerah aliran sungai (DAS). Sesuai aturan 25 meter dari bibir sungai tidak boleh ada bangunan. Namun, kebijakan itu “ditukang-tukangi” menjadi 15 meter, hingga akhirnya delapan meter. “Pemerintah tidak pernah konsisten.
Akibatnya, hampir rata daerah kawasan hijau berdiri bangunan. Ini siapa yang salah ? Tentu pejabat yang memberi izin. Kalau pemerintah tegas, tidak mungkin bangunan bisa berdiri di kawasan hijau dan bantaran sungai,” sebutnya. Rafriandi menyarankan kepada pihak terkait, terutama panitia khusus (pansus) yang sedang menggodok Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Medan tidak memanipulasi kebijakan dan data yang ada sebelumnya.
Dalam menetapkan satu perda tentang Tata Ruang Wilayah Medan,haruslah didasarkan kajian akademis dan keilmuan. Hal lain yang harus dilakukan Pemko Medan dan pemerintah kabupaten lainnya di Sumut dalam menetapkan kebijakan harus saling bersinergi dengan daerah di sekitarnya. Sebab jika tidak,daerah yang berada di hilir akan terkena dampaknya.




0 comments: