Minggu, 06 Maret 2011

Walikota dan Wakil Walikota Medan Nggak Bisa Tertibkan Babi


Medan Kota Medan lagi-lagi cuma janji akan menertibkan peternakan babi di Kota Medan. Penertiban difokuskan ke wilayah Medan Denai karena populasi babi di sana cukup meningkat.
Kenyataannya di lapangan, janji Walikota Medan Rahudman Harahap dan Wakilnya Eldin saat kampanye pencalonan sebagai kepala daerah beberapa waktu lalu, cuma tinggal janji. Diduga, kedua kepala daerah ini justru dapat upeti melalui anggota atas keberadaan ternak-ternak babi di Kota Medan.
Karenanya, masyarakat peternak yang sudah menerima bantuan tranportasi pemendahan nyatanya tidak mau mengosongkan kandangnya, dan sebagian warga peternak lain tidak mau menerima bantuan transportasi pemindahan ternak babi tersebut.
Hal ini terungkap ketika dilakukan rapat rencana penertiban hewan berkaki empat di Kota Medan, di ruang rapat I Balai Kota Medan yang dipimpin oleh Asisten Pemerintahan umum Drs Daudta P Sinurat, didampingi Kepala Dinas Pertanian dan Kelautan Ir H Wahid MSi, unsur Polisi Meliter, unsur Kodim 0201/BS, unsur Polsek Medan Area, Kejaksaan Medan, Pengadilan Medan, Kasatpol PP dan Camat Medan Denai.
Kepala Dinas Pertanian dan Kelautan Kota Medan Ir H Wahid MSi mengatakan, di Kota Medan ada 18 kecamatan yang berternak hewan berkaki empat, 13 kecamatan sudah dibersihkan, tinggal 5 kecamatan yang akan ditertibkan, dan penertiban ini difokuskan kepada Medan Denai karena polusasi hewan ternak di wilayan ini cukup banyak, setelah itu di kecamatan lainnya.
Menurutnya, jumlah hewan ternak berkaki empat di Medan Denai saat ini ada ribuan ekor, terdiri dari warga peternak sebanyak kurang lebih 1.200 KK, dari jumlah tersebut sebanyak 509 KK yang sudah menerima dana bantuan transport pemindahan hewan ternak dan telah mengosongkan kandangnya, sebanyak 227 KK menerima bantuan tetapi belum mau mengosongkan kandangnya, dan sebanyak 408 KK sama sekali tidak mau menerima bantuan.
"Penertiban ini kita fokuskan di Medan Denai, dan dalam rapat ini kita hanya meyusun kekuatan personel, serta melengkapi administrasi di lapangan, seperti izin penangkapan izin penyitaan, persiapan personil PPNS, agar kita dilapangan dalam menegakkan peraturan tidak menyalahi hukum," kata Wahid.
Dia menambahkan, mengenai kapan dilakukan eksen dilapangan, Wahid sendiri enggan untuk memberitahukannya, "Soal kapan harinya kita melakukan eksen dilapangan nanti kita beritahukan kepada rekan-rekan pers, dan rapat ini untuk mengukur kekuatan personel dilapangan," ungkapnya.
Dia mengungkapkan, setelah dilakukan penertiban juga akan digelar tipiring yaitu pelaksanaan pengadilan kepada warga yang melanggar peraturan terhadap peternakan hewan berkaki empat. "Kita akan menggelar pengadilan kepada warga yang melanggar pertauran, dan pengadilan ini kita gelar di kantor Camat Medan Denai nantinya," katanya.
Informasi yang diterima, penertiban yang akan digelar ini berkekuatan penuh, selain diback-up oleh unsur Polisis Meliter, Kodim 0201/BS, Sabhara, Brimob, Satpol PP, juga melibatkan para kepling dan Lurah se kecamatan Medan Denai, selain itu juga kecamatan perbatasan, seperti Medan Area, Medan Tembung dan Medan Amplas dikerahkan untuk berjaga-jaga di tapal batas masing-masing wilayahnya guna mengantisipasi pemindahan hewan ternaknya ke lokasi yang terdekat.

Jaksa Tak Dipercaya, KPK Diminta Ambil-alih Kasus Wakil Walikota Medan

Medan Jajaran Kejaksaan Tinggi Sumut (Kejatisu) sudah nggak dipercaya publik memangani kasus korupsi. Karenanya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta bertindak tegas. Salah satunya, mengambil alhi dugaan korupsi atau penyelewengan yang dilakukan Wakil Walikota Medan, Dzulmi Eldin.
Eldin diduga terlibat menyelewengkan dana sewa gedung Bank Sumut lantai VIII senilai Rp2,1 miliar ketika menjabat sebagai Kepala Dinas Pendapatan Kota Medan periode 2006-2007. Dugaan ini berdasarkan hasil pemeriksaan operasional Bank Sumut yang telah diaudit BPK.
Sesuai audit, ditemukan penggunaan Biaya Pertanggungan Hak Tanah dan Bangunan (BPHTB) tahun 2006 sebesar Rp2,1 miliar lebih di Dispenda Kota Medan ketika Eldin sebagai Kepala Dinas. Ironisnya, pihak Kejatisu yang ditanya wartawan soal penanganan kasus ini mengaku belum menelusurinya. Padahal aksi unjuk rasa mahasiswa ke kantor Kejatisu Jalan AH Nasution Medan, sudah berulang kali dilakukan. Malah mahasiswa dengan tegas meminta agar Eldin diperiksa dan ditangkap.
“Kita belum melakukan penulusuran tentang adanya dugaan korupsi itu,” ungkap Kepala Kejatisu, Sution Usman Adji, kepada wartawan kepada wartawan hari ini.
Lucunya, Kepala Kejaksaan yang pada bulan Maret 2011 akan hengkang dari Kejatisu tersebut, mengaku kalau pihaknya cuma ada mendengar kasus penyelewengan anggaran negara itu. Sementara pihak Pidana Khusus dan Intel Kejatisu telah diberikan para mahasiswa data dugaan penyelewengan anggaran negara melibatkan Eldin.
Sekadar mengingatkan, dalam audit BPK telah ditemukan penggunaan Biaya Pertanggungan Hak Tanah dan Bangunan (BPHTB) tahun 2006 sebesar Rp2,1 miliar lebih di Dispenda Kota Medan ketika Eldin sebagai Kepala Dinas.
Keterangan Divisi Umum Bank Sumut, Dispenda Kota Medan pernah menyewa di lantai 8 yang sekarang ditempati Perusahaan Valas, sebesar ¼ lantai saja. Jika dihitung, biaya penyewaan ¼ lantai selama 1 bulan adalah Rp60.500.000. Total biaya penyewaan ¼ lantai selama 1 tahun adalah Rp726.000.000.
Ketentuan di Bank Sumut jangka waktu mengontrak adalah minimal dua tahun. Jadi, jika dihitung penyewaan selama dua tahun, maka seharusnya Dispenda Kota Medan menghabiskan Rp1.452.000.000 untuk menyewa gedung Bank Sumut dan bukan Rp2.174.107.857.
Pihak Bank Sumut sendiri mengaku adanya sewa gedung itu. Seperti sewa ruangan Rp60.000/m²/bulan, service charge Rp40.000/m ²/bulan, Ppn 10%/m ²/bulan. Jadi, satu bulan harga sewa ruangan per 1 m ² adalah Rp110.000.
Luas satu lantai dalam gedung Bank Sumut sebesar 2200 m². Total biaya sewa gedung selebar 1 lantai / bulan adalah Rp110.000 x 2200 = Rp242.000.000. Total biaya penyewaan gedung selama 1 tahun Rp2.904.000.000.
Terkait hal di atas, Eldin yang coba dikonfirmasi via selular, sampai Sabtu sore belum berhasil. Telepon selular Wakil Walikota Medan itu nyaris tak pernah aktif, sejak dirinya diunjuk rasa mahasiswa di kantor Walikota Medan.

Markus Bertopeng Hakim Banyak Berkeliaran di PN Medan

Medan Buka dulu Topeng mu, kan kulihat wajah mu..! Sepenggal bait lagu Ariel Peterpan ini, mungkin cocok diungkapkan kepada Ketua Pengadilan Negeri (PN) Medan, Panusunan Haharap SH dan Panitera Pengganti (PP) Billyater Sitepu SH. Bagiamana tidak, gelar hakim dan PP yang mereka sandang diduga dimanfaatkan untuk menjadi Makelar Kasus (Markus) di PN Medan.
Dugaan ini bermula, akibat adanya pengistimewaan yang dilakukan ketua majelis hakim Panusunan Harahap dan PP Billyater Sitepu kepada tergugat, Salim Hakim selaku dirut CV Bumi Perkasa Abadi dalam perkara perdata (ingkar janji) sebesar Rp 672.489.439.762 yang diajukan penggugat, Lim Kim Tat alias Lim Kim Huat selaku komisaris CV Bumi Perkasa Abadi ke PN Medan. Akibatnya, Panusunan dan Billyater dilaporkan kepada Ketua Pengadilan tinggi (PT) Sumut, Ketua Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY) pada tanggal 19 Februari 2011, prihal pergantian majelis dan PP. Hal ini dikatakan penasehat hukum penggugat, martha Sitorus SH MH kepada wartawan baru-baru ini.
Dia mengatakan, sidang gugatan ini sebetulnya dimulai pada tanggal 29 September 2010 lalu. Saat itu, tergugat Salim Hakim dipanggil untuk menghadiri persidangan. Namun, tergugat tidak hadir. Pada tanggal 30 Sepetember 2010, tergugat kembali dikirimi surat agar hadir pada tanggal 6 Oktober 2010, tapi tergugat tetap tidak mau hadir.
Dia mengungkapkan, pada tanggal 24 Januari sekira pukul 10.40 wib kuasa penggugat sudah hadir di PN Medan untuk mengikuti persidangan lanjutan sambil memberitahukan kepada PP Billyater dengan kehadiran kuasa penggugat melalui pesan singkat. Akan tetapi, Billyater malah mengirimkan pesan singkat melalui selulernya, dan mengatakan bahwa sidang telah dimundurkan oleh hakim anggota Asmui dengan alasan kuasa penggugat tidak hadir.
Mendengar hal itu, kuasa penggugat lari pontang-panting menemui pak Asmui. Menurut Martha, dari keterangan Asmui diketahui, bahwa laporan Billyater kepadanya penggugat tidak hadir maka sidang diundur. pengunduran ini dilakukan karena Asmui juga takut untuk menyidangkan perkara ini, dimana majelis hakim yang menangani perkara ini, yakni Panusunan Harahap sedang berada di Jakarta.
Dijelaskan Martha, setiap mau menjalani persidangan kuasa penggugat selalu aktif untuk memberitahukan kehadiran mereka kepada PP Billyater.Namun, kesemuanya tidak dihiraukan oleh Billyater.
"Ada dugaan, dalam kasus ini majelis hakim yang menangani perkara bersama PP berpihak kepada tergugat. Seakan-akan, ingin membuat kuasa penggugat bosan agar tidak mau lagi hadir kepersidangan. Atas kasus ini maka kami melaporkan keduanya," ujar Martha.

Kejatisu Belum Bisa Tentukan Tersangka Pengemplang Pajak Reklame

Medan Penyelidikan kasus dugaan penggelapan pajak senilai Rp 18 miliar yang dilakukan oleh pihak Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu), terhadap sejumlah pengusaha advertesing di Medan terkesan cuma propaganda memperkaya oknum-oknum jaksa. Pasalnya, sampai saat ini sudah 30 orang saksi yang telah dimintai keterangannya, namun belum juga satu orang pun yang dijadikan. Hal ini diakui Kasipidum Kejatisu, Edi Irsan Kurniawan saat ditanya wartawan sudah sejauh mana penyelidikan yang dilakukan Kejatisu terkait dugaan korupsi Pajak Reklame kepada wartawan hari ini.
Dia menjelaskan, Kejatisu sedang mencari bukti-bukti baru untuk melengkapi dugaan korupsi pajak reklame yang melibatkan dua pengusaha advertising yang ada di kota Medan.
"Kita lihat saja nanti siapa-siapa saja yang akan dijadikan tersangka," katanya.
Seperti diketahui, Kejatisu telah memeriksa mantan dan pejabat Dinas Pertamanan Kota Medan, dalam hal dugaan penggelapan pajak reklame tersebut. Diantaranya, mantan Kadis Pertamanan Idaham yang kini menjabat sebagai Walikota Binjai dan Randiman Tarigan. Sedangkan pengusaha advertesing yang telah diperiksa secara marathon oleh tim jaksa Kejatisu, terutama Iskandar ST dari PT Star Indonesia.
Sebelumnya, Tim Pidana Khusus (Pidsus) Kejatisu telah memeriksa 20 saksi dari kalangan pengusaha dan pejabat terkait dugaan korupsi pajak reklame senilai Rp18,5 miliar di Dinas Pertamanan Kota Medan.
“Tim terus melakukan pendalaman, sedikitnya 20 pengusaha dan pejabat pemerintah telah dipanggil untuk diperiksa terkait kasus itu, namun enggak saya ingat nama-namanya,” ungkap Kasi Penerangan Hukum/Humas Kejatisu, Edi Irsan Kurniawan Tarigan.
Menurut Tarigan, sejumlah pejabat dan mantan pimpinan Dinas Pertamanan Kota Medan serta pengusaha papan reklame di Medan telah dimintai keterangan guna mengkonfrontir atas kasus dugaan tunggakan pajak reklame tersebut. “Namun, sampai saat ini penyidik belum menetapkan seorang pun tersangka dalam kasus tersebut,” kata Tarigan.
Disebutkannya, penyidikan Kejatisu tidak terlepas adanya temuan BPK tentang dugaan tidak masuknya Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari Pajak Reklame. Tapi, sekarang ini ada dua persoalannya. Pertama, ada dugaan pelanggaran pidana, ada pula yang mengatur dalam undangundang tentang pajak daerah. Sehingga, bisa kemungkinan terlepas dari pidana masuk ke jeratan persoalan perpajakan. “Hal inilah yang sedang kami dalami dan terus kami lakukan penyelidikannya,” ucapnya.
Dikatakan Tarigan, penyidik tengah bekerja keras agar para pelaku pelanggaran pidana bisa dijerat apabila ada oknum pejabat yang menerima atau menahan pajak reklame tidak disetorkan ke kas Pemerintah Daerah."Tanda-tanda itu bisa diketahui apabila sebagian pejabat telah mengembalikan uang. Tapi, kalau para pengusaha yang menyetorkannya tentu masih perlu ditelusuri lagi proses pengembaliannya,” katanya.

0 comments: