Sabtu, 18 April 2009

Empat Bangunan Klasik di Kota Medan



Istana Maimun

Istana Maimun semula ditulis Maimoon, merupakan istana Sultan Deli. Istana yang berdiri megah di Jalan Brigjend Katamso ini didominasi warna kuning, warna kerjaan sekaligus warna khas Melayu. Istana ini didirikan oleh Sultan Kerajaan Deli, Sultan Maimun Al Rasyid Perkasa Alam Shah dengan biaya sekitar satu juta gulden Belanda tahun 1988. Bangunannya berdiri di atas tanah seluas 2.772 Meter persegi, menghadap Timur. Pendesainnya seorang arsitek Italia. Bangunannya terdiri dari dua lantai yang terbagi dalam tiga bagian, yakni bangunan induk, sayap kiri, dan sayap kanan.

Istana ini menjadi pusat Kesultanan Deli. Sebagai catatan dinasti Kesultanan Deli diawali oleh Muhammad Dalik yang menjadi Yang di-Pertuan Haru pada tahun 1630 atas pengangkatan sltan Aceh. Usai wafat, anaknya yang bernama Panglima Parunggit melanjutkan kerjaannya sebagi Yang di-Pertuan Haru dan Panglima deli. Kemudian anaknya Panglinga Parunggit, Tengku Panglima Padrap menggantikannya dengan gelar kerajaan Emir deli (1700-1720). Ketika Panglima Padrap wafat, anak keduanya yang bernama Tengku Panglima Gandar Wahid merebut jabatan emir dari kakak tertuanya. Sultan Deli saat ini adalah Othman Mahmud Ma'mun Padrap Perkasa Alam Shah, yang dinobatkan pada bulan Mei 1998.

Memasuki ruangan tamu (balairung) Istana Maimun, ada singgasana yang didominasi warna kuning. Lampu-lampu kristal menerangi singgasana, sebagai bukti ada pengaruh budaya Eropa. Pengaruh itu juga tampak pada perabotan istana seperti kursi, meja toilet, dan lemari hingga pintu dorong menuju balairung. Ruangan seluas 412 M2 ini digunakan untuk acara penobatan Sultan Deli atau acara adat lainnya. Balairung juga dipakai sebagai tempat sultan menerima sembah sujud dari sanak familinya pada hari-hari besar Islam. Lebih ke dalam lagi, ada 20 kamar di lantai atas dan 20 kamar lagi di bagian bawah. Belum termasuk 4 kamar mandi, gudang, dapur, dan ruang penjara di lantai bawah.

Arsitekturnya perpaduan antara tradisi Islam dan kebudayaan Eropa. Sebagian material bangunannya konon juga didatangkan dari Eropa, seperti ubin, marmer, dan teraso. Arsitektur gaya Belanda nampak pada pintu serta jendela yang lebar dan tinggi. Sedangkan pengaruh Islam terlihat pada bentuk lengkungan atau arcade pada sejumlah bagian atap istana. Lengkungan yang berbentuk perahu terbalik itu dikenal dengan Lengkungan Persia, banyak dijumpai pada bangunan di kawasan Timur Tengah, Turki, dan India.

Istana Maimun merupakan salah satu bangunan terindah di Medan. Lokasinya mudah dijangkau, baik dari Bandara Polonia (sekitar 10 km) maupun Pelabuhan Belawan (sekitar 28 km). Bangunan bersejarah ini terbuka umum setiap hari dari pukul 08.00 sampai 17.00

Masjid Raya Al Mansun

Dikenal juga dengan nama Masjid Raya Medan, salah satu peninggalan Sultan Deli setelah Istana Maimun. Lokasinya sekitara 200 meter dari Istana Maimun Masjid ini dibangun pada tahun 1906 oleh Sultan Maimun Al Rasyid. Kubahnya mirip kubah Masjid Raya Banda Aceh.

Pengaruh kesenian Islam nampak pada denah, atap kubah, lengkungan (arcade), dan hiasan bulan sabit pada puncaknya. Terlebih lagi pada ornamentasinya, baik di dinding, plafon, tiang-tiang, dan permukaan lengkungan (face Arcade) yang kaya dengan hiasan bunga dan tumbuh-tumbuhan.

Motif seperti itu juga terlihat pada bentuk terali besi tingkap-tingkap segi empat maupun lengkungan, seperti ukiran dinding gaya India. Di Indonesia hiasan semacam ini sering disebut hiasan Terawangan atau Kerawangan. Selain sebagai hiasan, juga berfungsi sebagai fentilasi atau lobang angin.

Masjid terindah di Sumut ini hingga kini masih dipergunakan oleh masyarakat muslim untuk sholat setiap hari. Berkat arsitekturnya yang khas dan tentu saja niai sejarahnya, masjid ini kerap dikunjungi wisatawan mancanegara.

Ada lagi masjid milik peninggalan kesultanan Deli yang dibangun pada tahun 1886 yaitu Masjid Labuhan. Arsitektur Mesjid Labuhan unik bergaya India dengan kubah segi delapan. Masjid Labuhan terletak di Jalan Raya Medan Belawan, sebelah Utara dari pusat Kota Medan.

Gedung Tjong A Fie

Gedung tua ini menggambarkan budaya sekaligus keuletan etnis Tionghoa yang sejak ratusan tahun menetap di Tanah Deli. Gedung tua yang berada di Kesawan (Tapekongstraat) ini milik Tjong A Fie, sahabat dekat Sultan Deli. Dia adalah Mayor China di Medan, seorang milioner pertama di Sumatera.

Pada tahun 1870 Tjong A Fie dan kakaknya, Tjong Yong Hian meninggalkan Desa Moy Hian, Kanton di daratan China untuk merantau ke Tanah Deli sebagai kuli kontrak di perkebunan tembakau. Kakak beradik ini sangat jeli melihat peluang bisnis. Mereka kemudian membuka perkebunan dan menetap di Labuhan Deli. Disana, dia juga membuka kedai dengan nama Ban Yun Tjong. Tjong A Fie tahu betul kebutuhan kuli-kuli China dan perantau lainnya yang baru tiba di Tanah Deli, sehingga dalam waktu singkat saja dia kaya raya. Sampai saat ini bangunan Tjong A Fiea masih berdiri kokok dan menjadi tempat tinggal keluarga keturunannya.

Kuil Hindu Sri Mariaman

Kuil yang terletak di Jalan KH. Zaenul Arifin, Medan ini masuk dalam urutan terakir dari empat bangunan kuno pilihan versi TC. Selain karena memiliki ornamen-ornamen ukiran unik dan bernilai seni tinggi, bangunan ini juga memvisualkan bahwa ada kehidupan keturunan bangsa India di Kota Medan sejak lama.

Kuil ini dibangun pada tahun 1884 untuk orang India yang berasal dari Madras, India Selatan. Lokasinya berdekatan dengan perkampungan India yang dikenal dengan nama Kampung Keling atau Kampung Madras. Dinamakan Shri Mariaman, merujuk pada dewi bumi. Wisatawan kerap mengunjunginya untuk mengabadikan kekhasan bangunannya.

Itulah keempat bangunan kuno, unik, dan bersejarah pilihan TC. Sebenarnya masih banyak bangunan tua lain di Kota Medan yang tak kalah unik dan tentunya menarik. Nah, kalau anda bertandang ke Kota Medan, tak ada ruginya meluangkan waktu untuk menyambangi salah satu atau semuanya. Pasti anda akan merasakan begitu berwarnanya kehidupan masa lalu dan kini di kota ini. TC AK & Bianka

0 comments: