Selasa, 28 April 2009

Ziarah ke Negeri Fansuri


MEDAN
today Salah satu ciri orang waras adalah mampu mengingat masa lalunya. Masyarakat yang kehilangan masa lalu sama dengan orang yang hilang ingatan alias linglung. Agar tidak sampai senget, kita harus menyusun kembali masa lalu kita sendiri dan menyimpannya baik-baik dalam ruang ingatan yang lebih terang. Setuju?


Kecamatan Barus, Tapanuli Tengah, terletak sekitar 280 km dari kota Medan, adalah salah satu dari bagian masa lalu Sumatera Utara yang sangat bernilai. Bukan hanya penting dalam sejarah Sumut, Barus juga dipercaya menempati posisi dalam bangunan sejarah dunia. Soalnya, pada sekitar abad XIII, daerah ini pernah menjadi pusat perdagangan dunia dan perkembangan Islam di Asia.

Tak heran bila sampai hari ini, sejumlah peneliti mancanegara masih kerap mendatangi Barus untuk lebih menyempurnakan lagi riwayat perkembangan daerah ini di masa silam. Sejumlah situs makam kuno yang tersebar di beberapa lokasi di Barus menjadi salah satu sasaran perhatian mereka. Situs-situs itu sangat membantu menjelaskan sejarah perkembangan Islam di Indonesia.

Ada tiga lokasi makam di Barus yang saat ini menjadi pusat perhatian. Salah satunya adalah makam Papan Tinggi, di mana Syekh Mahmudsyah, salah seorang Aulia 44, dimakamkan.

Diperkirakan, Mahmudsyah adalah ulama yang berasal dari negeri Arab. Beliau wafat pada tahun 440 Hijiriah. Situs makam ini dapat dicapai dengan menaiki sekitar 600 anak tangga menuju suatu puncak bukit. Di kuburan kuno ini, aksara Arab seolah-olah menjadi perlambang kejayaan Islam di masa itu. Kuburan Mahmudsyah terasa unik karena panjangnya sampai 8 meter.

Makam lain yang juga mempunyai nilai sejarah tinggi adalah makam Mahligai. Situs ini terletak di desa Aek Dakka, Kecamatan Barus. Lokasinya tidak terlalu jauh dari makam Papan Tinggi. Di makam Mahligai, terdapat puluhan kuburan, termasuk kuburan Tuhar Amisuri (wafat 1206 M/602 Hijiriah) dan Syekh Rukunuddin (wafat 48 Hijiriah). Keduanya termasuk tokoh-tokoh penting dalam sejarah dan perkembangan Islam di Barus.

Makam ketiga yang juga wajib Anda kunjungi bila ke Barus adalah makam Tuan Ibrahim Syah yang diyakini sebagai salah seorang keturunan Kesultanan Barus. Kuburannya juga sudah bernuansa islami dengan ciri-ciri kaligrafi Arab di nisannya.

Barus boleh dikatakan sebagai daerah emas yang sedang redup kilauannya. Setelah melewati sebuah masa kejayaan yang mencengangkan di sekitar abad XIII, daerah ini mulai nyaris dilupakan. Bahkan situs-situsnya yang berharga tidak mendapat perawatan yang memadai. Nisan-nisan tua itu mulai rusak. Bila tak ada tindakan cepat, kita sedang menunggu kepunahan sebuah bukti yang tak ternilai harganya. Lambat laun, kita akan menjadi masyarakat yang betul-betul “hilang ingatan” (amnesia sejarah).

Dahulu, dunia mengenal Barus sebagai Negeri Fansuri. Nama yang kedengaran cukup indah itu kemungkinan besar diberikan oleh para pedagang Arab. Selain tujuan berdagang, para pendatang itu juga menyempatkan diri mengembangkan ajaran Islam.

Dari berbagai bukti yang ditemukan ahli-ahli sejarah, kapal-kapal yang pernah menyinggahi kota tua Barus berasal dari Eropa, Mesir dan China. Barus sangat terkenal karena memiliki komoditas berharga yang dibutuhkan dunia, yaitu kapur barus dan madu. Kapur barus sangat diminati masyarakat Eropa karena baunya yang wangi.

Tidak kurang dari Marcopolo, pelaut kesohor asal Italia, juga merasa harus berlabuh di Barus. Pada tahun 1292, rombongannya membuang sauh dan melakukan barter dengan penduduk setempat. Ada dua bukti kuat yang membenarkan kunjungan Marcopolo ini. Pertama adalah adanya catatan tentang Barus di buku harian Marcopolo. Yang kedua, ditemukannya sebuah sungai di Barus yang sampai saat ini masih bernama Macco.

sumber: insidesumatera.com

0 comments: