Sabtu, 08 November 2008

“Ayat-ayat Cinta”, Sastra dan Film yang Islam


Monday, 03 March 2008
WASPADA ONLINE

Oleh Mhd Darwinsyah Purba, S.Sos

Film ini sangat baik dari segala aspek, kalau novelnya butuh waktu 1 ½ Hari untuk dibaca, sungguh luar biasa alur cerita yang disajikan oleh penulis. Novel fenomenal “Ayat-Ayat Cinta” karya Habiburrahman El-Shirazy yang kini dikemas dalam versi film, genre drama religius roman dan percintaan yang diadaptasi dari sebuah novel best seller di sutradarai oleh Hanung Bramantyo.

Film ini sangat baik dari segala aspek, kalau novelnya butuh waktu 1 ½ Hari untuk dibaca, sungguh luar biasa alur cerita yang disajikan oleh penulis. Novel fenomenal “Ayat-Ayat Cinta” karya Habiburrahman El-Shirazy yang kini dikemas dalam versi film, genre drama religius roman dan percintaan yang diadaptasi dari sebuah novel best seller di sutradarai oleh Hanung Bramantyo yang sudah menelurkan beberapa film seperti “Get Married..!!” dengan genre komedi dan Legenda “Sundel Bolong” dengan genre horor: Hal ini menunjukkan produktifitas dari sutradara yang pernah merebut piala citra 2005 lewat film “Brownies” dan “Jomblo”.

Walaupun ini merupakan adaptasi dari sebuah novel yang terbilang kompleks dengan permasalahan agama untuk disajikan kepada khalayak umum. Bukan cuma sekedar kisah cinta yang biasa. Sebuah cerita tentang bagaimana menghadapi turun-naiknya persoalan hidup yang dihadapi secara Islami. Namun, latar belakang cerita di film klasifikasi
penonton 13 tahun keatas (13+) itu adalah negeri Kinanah. Karena diadopsi dari sebuah novel, tentu tokoh-tokoh yang ada sudah tergambar lewat narasi. Hal itulah yang benar-benar sangat diperhatikan yang selama ini menjadi PR besar bagi sutradara terjawab sudah yang ditayangkan pada tanggal 27 Februari 2008 lalu, di bioskop seluruh Indonesia namun tidak di medan yang tayang perdananya pada tanggal.

Ayat-Ayat Cinta bercerita tentang seorang pemuda Indonesia yang menuntut ilmu di Universitas Al-Azhar, Mesir. Meskinpun filmnya tidak begitu persis dengan yang diceritakan di novel. Sebab ada beberapa bagian yang dipotong, ada juga yang ditambahkan untuk memperkaya emosi dan amarah penonton. Ada perbedaan antara novel dan film. Jadi, beberapa plot yang tidak perlu telah dihilangkan dengan tidak mengurangi makna dan arti serta alur ceritanya.


Tokoh-tokoh utama dan cuplikan Ayat-Ayat Cinta The Movie

Fahri Bin Abdullah Shiddiq (Fedi Nuril)

Fahri Bin Abdullah Shiddiq, tokoh yang nyaris sempurna. tokoh Fahri ini yang di perankan oleh Fedi Nuril pemain film sekaligus personil Garasi band, pada awal-awal banyak yang meragukan ia memerankan tokoh Fahri bin Abdullah Shiddiq. Banyak yang menginginkan tokoh Fahri diisi oleh artis yang image-nya alim atau pendatang baru yang belum punya image. Fedi Nuril kelahiran Jakarta pada 1 Juli 1982. Film pertamanya adalah “Mengejar Matahari” yang diarah oleh Rudy Soedjarwo. Akhir mampu menunjukan kemampuan akting di Film ayat-ayat cinta ini. Meskipun
tidak sempurna seperti tokoh yang ada di dalam novel. Tapi, setidaknya ia sudah melewati masa-masa kristis.

Fahri bin Abdillah yang di perankan oleh Fedi Nuril adalah mahasiswa pascasarjana Indonesia yang berusaha menggapai gelar masternya di Al Ahzar. Berjibaku dengan panas-debu Mesir. Berkutat dengan berbagai macam target dan kesederhanaan hidup. Bertahan dengan menjadi penerjemah buku-buku agama. Semua target dijalani Fahri dengan penuh antusiasme kecuali satu: menikah. Kenapa? Karena Fahri adalah laki-laki taat yang begitu ‘lurus’.

Dia tidak mengenal pacaran sebelum menikah. Dia kurang artikulatif saat berhadapan dengan makhluk bernama perempuan. Hanya ada sedikit perempuan yang dekat dengannya selama ini. Neneknya, Ibunya dan saudara perempuannya. Sepertinya pindah ke Mesir membuat hal itu berubah. Fahri merupakan pribadi yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai keimanan. Nilai itulah yang dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Hal itu terus diterapkan Fahri hingga berkeluarga. Saat itulah, keimanan Fahri diuji. Dengan berbagai macam problematika hidup yaitu sebuah dilema cinta

Aisha (Rianti Cartwright)

Rianti Cartwright lahir di Bandung, 22 September 1983. Dikenal publik sebagai VJ MTV Indonesia dan (kini) bintang film, pemain sinetron. model video klip dan model iklan ini. memainkan sebagai Aisha, Si mata indah yang menyihir Fahri. Sejak sebuah kejadian di metro, saat Fahri membela Islam dari tuduhan kolot dan kaku, Aisha jatuh cinta pada Fahri. Dan Fahri juga tidak bisa membohongi hatinya, Aku memandang ke arah Aisha, pada saat yang sama dua matanya yang bening di balik cadarnya juga sedang memandang ke arahku. Pandangan kami bertemu. Dan ces! Ada setetes embun dingin menetes di hatiku. Kurasakan tubuhku bergetar. Aku cepat-cepat menundukkan kepala. Dia kelihatannya melakukan hal yang sama. Kukira Aisha tidak setegang diriku, sebab dia merasa lebih santai. Wajahnya tersembunyi di balik cadarnya. Sementara diriku, aku tidak tahu seperti apa bentuk mukaku. Aku harus mencari cara untuk menghilangkan ketegangan ini. Si kecil Hasan memandangi aku. Aku tersenyum padanya. Kutarik dia ke pangkuanku. Dia menurut…

……Sambil mendekap Hasan aku menyaksikan tangan kanan Aisha perlahan-lahan membuka cadarnya. Ada hawa sejuk mengalir dari atas. Masuk ke ubun-ubun kepalaku dan menyebar ke seluruh syaraf tubuhku. Wajah Aisha
perlahan terbuka. Dan wajah putih bersih menunduk tepat di depanku. Subhanallah. Yang ada di depanku ini seorang bidadari ataukah manusia biasa. Mahasuci Allah, Yang menciptakan wajah seindah itu. Jika seluruh pemahat paling hebat diseluruh dunia bersatu untuk mengukir wajah seindah itu tak akan mampu. Pelukis paling hebat pun tak akan bisa menciptakan lukisan dari imajinasinya seindah wajah Aisha. Keindahan wajah Aisha adalah karya seni mahaagung dari Dia Yang Maha Kuasa. Aku benar-benar merasakan saat-saat yang istimewa. Saat-saat untuk pertama kali melihat
wajah Aisha. (Cuplikan film, AAC. 28/02/08-Red)

Maria (Carissa Putri)

Tetangga satu flat yang beragama Kristen Koptik tapi mengagumi Al-Qur’an. Dan menganggumi Fahri. Kekaguman yang berubah menjadi cinta. Sayang cinta Maria hanya tercurah dalam diary saja. Gadis Mesir itu, namanya Maria. Ia juga senang dipanggil Maryam. Dua nama yang menurutnya sama saja. Dia puteri sulung Tuan Boutros Rafael
Girgis. Berasal dari keluarga besar Girgis. Sebuah keluarga Kristen Koptik yang sangat taat. Bisa dikatakan, keluarga Maria adalah tetangganya yang paling akrab. Flat atau rumah mereka berada tepat di atas flat kami. Indahnya, mereka sangat sopan dan menghormati kami mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di Al Azhar. (Cuplikan film, AAC. 28/02/08-Red)

Noura (Zaskia Adya Mecca)

Juga tetangga yang selalu disiksa Ayahnya sendiri. Fahri berempati penuh dengan Noura dan ingin menolongnya. Sayang hanya empati saja. Tidak lebih. Namun Noura yang mengharap lebih. Inilah yang menjadi masalah besar ketika Noura menuduh Fahri memperkosanya. Noura…. kenal gadis itu. Kasihan benar dia. Malang nian nasibnya. Namanya Noura. Nama yang indah dan cantik. Namun nasibnya selama ini tak seindah nama dan paras wajahnya. Noura masih belia. Ia baru saja naik ke tingkat akhir Ma’had Al Azhar puteri. Sekarang sedang libur musim panas. Tahun depan jika lulus dia baru akan kuliah. Sudah berulang kali kami melihat Noura dizhalimi oleh keluarganya sendiri. Ia jadi bulan-bulanan kekasaran ayahnya dan dua kakaknya. Entah kenapa ibunya tidak membelanya. Kami heran dengan apa yang kami lihat. Dan malam ini kami melihat hal yang membuat hati miris. Noura disiksa dan diseret
tengah malam ke jalan oleh ayah dan kakak perempuannya. Untung tidak musim dingin. Tidak bisa dibayangkan jika ini terjadi pada puncak musim dingin. (Cuplikan film, AAC 28/02/08-Red)

Nurul Azkiya (Melanie Putria)


Melanie Putria Dewita Sari kelahiran 1982, eks Puteri Indonesia 2002. Dia juga pernah main Film bareng Duta S07, Tak Biasa, Cinta Silver dan Kejar Jakarta. Sutradara memang sengaja tidak menampilkan secara penuh, yang membuat penonton menjadi tambah penasaran dan penuh tanda tanya… Anak seorang kiyai terkenal yang juga mengeruk ilmu di Al Azhar. Sebenarnya Fahri menaruh hati pada gadis manis ini.

Sayang rasa mindernya yang hanya anak keturunan petani membuatnya tidak pernah menunjukkan rasa apa pun pada Nurul. Sementara Nurul pun menjadi ragu dan selalu menebak-nebak. Kau tahu Nurul adalah puteri tunggal Bapak KH. Ja’far Abdur Razaq, pengasuh pesantren besar di Jawa Timur. Selain cantik dia juga cerdas dan halus budi. Sejak masih kelas satu aliyah sudah banyak kiai besar yang melamar Nurul untuk puteranya. Nurul tidak mau. Ketika akhirnya Nurul belajar di Al Azhar pinangan itu justru semakin banyak. KH. Ja’far ayah Nurul berkali-kali menelpon Nurul agar segera menentukan pilihan pendamping hidupnya. Beliau merasa sangat tidak enak menolak pinangan terus menerus.

Apalagi jika pinangan itu datangnya jadi kiyai yang lebih senior dari beliau atau dari guru beliau. Jika Nurul sudah tunangan atau menikah dengan seseorang yang dipilihnya tentu kedua orang tua Nurul akan lebih tenang. Dan jika berjumpa dengan para kiyai-kiyai di Jawa Timur tidak akan terbebani oleh sindiran-sindiran halus dari para kiai yang meminang puterinya. Dua bulan yang lalu ayahnya menelpon ada pinangan dari Kiai Rahmad untuk puteranya Gus Anwar. Kiyai Rahmad ini adalah gurunya ayah Nurul waktu mondok di Bandar Kidul Kediri. Ayah Nurul tidak bisa menolaknya kecuali Nurul sudah memiliki seorang calon di Mesir. Jika tidak, maka Nurul terpaksa harus menerima pinangan itu. Inilah masalahnya.” (Cuplikan film, AAC. 28/02/08-Red)

Mengangkat dan menonjolkan unsur percintaan dalam islam. Di mana unsur positif, unsur percintaan islam, tetapi harus diingat bahwa kita tidak membicarakan agama, tapi kita lebih membicarakan percintaan seorang anak Indonesia yang sedang berjuang untuk belajar dan bagaimana dia bisa menghandle cinta tersebut sesuai dengan sunnah dan syariat Allah SWT agar remaja Islam tidak lagi tejebak oleh faham-fahan dunia barat yang semakin menjamur di Indonesia Karya besar kang Abik menjadi salah satu titik tolak kebangkitan kembali sastra islam ini memang luar biasa. Banyak
nilai-nilai keislaman yang dihadirkan tanpa sedikitpun menjadikan para penonton dan pembacanya merasa tidak digurui. Mereka justru secara tidak langsung disadarkan oleh kisah yang disajikan. Tentunya hal ini pula yang diharapkan dapat tetap dipertahankan dalam karya visual dan non-visual. Hal tersebut dapat menjadi motivasi generasi muda yang miskin dan minim untuk mengetahui nilai-nilai akidah.

Dialog menggunakan bahasa arab atau berdialek mesir, memperkenalkan kaum remaja Islam untuk belajar bahasa arab. satu pecut lagi buat kita! Ayo semangat belajar bahasa Arab!. Hal ini yang menjadi nilai plus bagi penonton selain kita dapat mengenal Negeri Kinanah, penonton juga dapat mengetahui bagaimana perkembangan bahasa arab di Indonesia serta dapat menarik minat penonton untuk mempelajarinya secara lebih dalam lagi sehingga sastra Islam akan terus hidup dalam generasi ke generasi selanjutnya.

Sedikit kontroversial memang, jika sebuah karya apik Habiburrahman El-Shirazy yang sudah menjadi jalan banyak orang menemukan berjuta hikmah disajikan dalam berbagai nuansa keindahan Islam ini dijadikan sebagai sebuah karya visual. Apalagi jika kondisinya terbentur dengan “belum siapnya” masyarakat kita untuk menerima sebuah tayangan yang full Islami. Kerena masyarakat kita terbiasa di suguhkan tayangan horor dan komedi yang penuh lelucon atau banyolan serta kisah cinta yang tidak mendidik bagi perkembangan kepribadian bangsa .

Insya Allah, Semoga tetap menjadi sebuah karya penggugah jiwa bagi siapa saja yang menikmatinya akan terus lahir, tanpa sedikitpun berkurang nilai keislamannya sehingga sartra Islam dapat bangkit kembali mewarnai belantika kesusastraan dan film Indonesia maupun dunia.

Amiin yaa Robbal’alamiin …Wallahu’alam bish-shawab

0 comments: