Minggu, 09 November 2008

Cerpen pujangga

ZUminten Sang Pelayan Seksi

Oleh Mhd Darwinsyah Purba

Maria Mercedes, Maria Cinta yang Hilang, Marimar, semua ia ikuti. Semua ia suka. bahkan Wiro Sableng. ZUminten memang sableng. Genit. Tapi dia seksi, lho.....

Rambutnya Hitam lurus sebahu. Terurai bagaikan kawanan ombak bergulung-gulung menuju bibir pantai, beda-beda dikitlah rambutnya dengan Santi. Kulitnya bersih hitam manis. Bentuk wajahnya tidak lonjong seperti Cinta Laura. Cuma nasibnya beda. ZUminten tidak secantik Luna Maya atau Desy Ratnasari. Juga tentu tidak ngetop dan tidak pula kaya. Tidak begitu pintar seperti mereka-mereka tadi.

Tapi, ZUminten tidak bernasib malang seperti Alda yang meninggal pada usia sangat muda kerena narkoba. Buktinya? Sampai kini ZUminten masih hidup. Segar bugar dan montok, tidak pernah mengidap penyakit serius, tidak ngepil, tak pernah begadang semalam suntuk untuk berdisco-disco di klab malam seperti wanita-wanita zaman edan ini .

Tapi sayang, ZUminten hanyalah seorang pembantu rumah tangga. Pendidikan formal hanya sampai SD Negeri Impres. Lahir dan besar di desa. Anak pertama dari duabelas bersaudara, dari keluarga petani. Dan, hobinya itu tadi: nonton telenovela dan sinetron.

Tampaknya Fadli salah pilih, begitu pikir istrinya. Tapi bagi Fadli sendiri itu adalah pilihan yang tepat. Cari pembantu pada masa sekarang tidak mudah. ZUminten tidak rewel, masakannya enak, soal cuci baju dan setrika beres rapi dan wangi selain itu itu kalo sedang menyetrika ia sambil nembang soundtrack telenovela “Marimar”. kadang sering ditunda-tunda lantaran ia lebih mementingkan nonton telenovela atau sinetron ketimbang menyelesaikan pekerjaannya, tapi toh pada akhirnya beres juga. Bersih-bersih rumah juga oke. Lantai mengkilap dan harum. Kaca jendela bersih dari debu.

"Tapi, Mas, ZUminten itu genit. Kembalikan saja!! Aku khawatir, jangan-jangan Mas Fadli kepencut sama dia," protes istrinya pada suatu waktu.

Fadli hanya tersenyum kala itu sambil berhayal yang bukan-bukan. Dalam hati ia malah berkata, memang itulah yang kusuka. Itulah pembantu idamanku. Idolaku. Lumayan buat hiburan di kala pikiran sedang suntuk oleh pekerjaan kantor yang menumpuk. Buat cuci mata oke banget he..he…he…..

Suatu hari, ZUminten membaca tabloid Aneka dan ia paling suka baca tabloid itu, lantaran banyak informasi tentang sinetron. Waktu itu Nyonya Fadli sedang pergi arisan, Fadli sedang ke kantor, si kecil puji dan Edo sedang tidur. ZUminten tertarik pada satu informasi di sana. Ia segera mencari pulpen dan secarik kertas, lalu mencatat.

Pada hari berikutnya, setelah ia menerima gaji yang tidak seberapa besar, ZUminten pergi ke studio foto dekat Swalayan Sekalian pergi belanja harian. Nyonya Fadli sempat heran, ZUminten pergi belanja kok pakai pakaian paling bagus yang dia miliki? Pakai make up lagi? ZUminten cuek saja! namanya juga usaha.

Nah, sejak saat itu ia sering pergi-pergi. Tak tahu ke mana tujuannya. Fadli terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Istrinya sering uring-uringan lantaran ulah ZUminten yang makin neyebalkan. Jika ditanya, ZUminten hanya menjawab: bisnis bu! Bisnis bu?

"ZUminten, pekerjaanmu sudah selesai?" tanya Wati, istri Fadli yang kini sudah berusia 40-an plus gendut.

"Sudah, Bu." ZUminten mengangguk.

"Cuci pakaian?"

"Sudah. Sterika juga sudah. Masak sudah," jawab ZUminten dengan semangat 45.

"Lantas kamu mau ke mana?" selidik Wati dengan sedikit curiga.

"Bisnis," jawab ZUminten tanpa ekspresi.

"Bisnis apaan, Yu?" Wati melotot heran.

"Kamu di sini digaji sebagai pembantu. Malah nyambi bisnis. Bisnis apaan sih?" lanjut Wati semakin curiga.

"Lho, pokoknya pekerjaan saya kan sudah selesai. Hanya sebentar kok, Bu! ntar sore saya sudah sampai di rumah." ZUminten ngotot memperjuangkan little misi-nya.

"Kamu mulai macam-macam, ya. Kalau ada apa-apa risikonya kamu tanggung sendiri saya tidak mau tahu."

"Ini bisnis 100 % halal, lho, Bu! hitung-hitung cari tambahan untuk si mbok di kampung"

"Ya, sudah, bisnis sana." sedikit kesal dan tidak peduli.

Nah, itulah pada mulanya. Seminggu ZUminten pergi "bisnis" bisa tiga empat kali dalam sehari. Wati kian kesal. Tapi ZUminten ngeyel. Herannya lagi ZUminten sering dapat telepon dari seseorang yang mengaku bernama Bonar. Wah, ZUminten pacaran sama Bonar mungkin. Ini berbahaya, pikir Wati. Kalau terjadi sesuatu, misalnya hamil, aku bisa dipersalahkan oleh keluarganya.

Hingga pada suatu ketika ... terjadilah sebuah kejutan.

Jam dinding menunjuk pukul 07.30 WIB. Fadli dan istrinya duduk-duduk santai di ruang tengah sambil membaca-baca Koran dan majalah. puji dan Edo main mobil-mobilan di lantai. Dan, ZUminten duduk di lantai, dekat anak-anak majikannya, sambil deg-degan menantikan sebuah sinetron baru yang ditayangkan salah satu stasiun televisi.

Lagu soundtrack mengalun. Di layar televisi muncul judul sinetron: Cinta di Rumah Kos. Paduan animasi pengantar awal sebuah sinetron. Bintang-bintang utama tampil. Lalu sekilas pemain pembantu. ZUminten berkeringat, walau ruangan itu dingin oleh AC. Sekilas wajahnya tampil. Hatinya berbunga-bunga. Senang, gembira, bangga, dan sebagainya. Fadli dan Wati tak memperhatikan.

Episode pertama dimulai. Fadli dan Wati meletakkan majalah di tangannya. Mereka mengalihkan perhatian ke televisi, meski masih setengah-setengah. Sebuah adegan: di sebuah rumah mewah seorang laki-laki berusia 50 tahun duduk di kursi. Seorang pembantu dengan genit memijit-mijit bahu dan punggung lelaki itu.

"ZUminten, pijit yang ini. Agak keras. Nah, begitu," kata lelaki itu.

"Saya ini pembantu multibisa, lho. Tuan? Bisa masak juga bisa mijit. Mau dipijit yang mana? Jempolnya atau kelingkingnya? Pijit halus bisa, pijit kasar bisa, pakai alat juga bisa," ujar pembantu yang diperankan oleh ZUminten.

"ZUminten!" seru Fadli dan Wati sambil terpana. "Itu kamu, ya?"

"Iya," jawab ZUminten tersipu malu-malu kucing.

"Kamu main sinetron?" Wati hampir tak percaya dan bercampur syirik.

"Iya, Bu. Untuk nambah-nambah penghasilan buat si Mbok di kampung," jawab ZUminten.

"Jadi itu yang kamu namakan bisnis itu?" lanjut Wati.

"Inggih, Bu!!"

"Astaga, ZUminten," timpal Fadli.

"Tak kusangka kamu bisa main sinetron. Waduh…!!, Waduh…!! Sejak kapan?"

"Baru kali ini."

Mereka pun lalu menyaksikan sinetron di televisi itu dengan penuh perhatian, sambil sesekali berkomentar pendek tentang permaianan ZUminten. Tentu berbagai macam perasaan berbaur di hati ZUminten, Fadli, dan Wati. Sampai akhirnya episode pertama usai. Acara di televisi berganti dengan kuis 1 Miliar yang di bawakan oleh Nico sihahan.

"Luar biasa. Tak kusangka-sangka kalau kamu bisa main sinetron. Gimana awalnya, Yu?" tanya Fadli masih dengan keheranannya.

"Saya kirim lamaran lengkap dengan foto. Itu, yang di majalah Aneka: dibutuhkan beberapa figuran untuk sinetron. Tak tahunya saya dipanggil. Lalu tes. Saya diterima jadi figuran. Peran pembantu rumah tangga yang genit dan konyol," tutur ZUminten bangga.

"Kata sutradaranya, saya pas dengan peran itu."

Fadli dan Wati geleng-geleng kepala kagum bercampur tidak percaya.

"Ya, saya mau bilang sama tuan dan nyoya. Karna saya sibuk syuting, maka dengan terpaksa saya mengundurkan diri sebagai pembantu di sini. Saya jadi pemeran pembantu rumah tangga di sinetron saja," ungkap ZUminten.

"Maafkan saya, jika nasib saya harus berubah. Mulai besok saya pindah. Saya mau kos di dekat lokasi syuting."

"ZUminten ... ZUminten, nasibmu memang harus berubah," komentar Fadli.

"Kamu cantik, manis, kulitmu bersih, rambutmu panjang, wajahmu bulat apalagi body kamu HmmMMh...."

"Eh, pakai muji-muji segala," tukas istrinya.

"Cemburu, ya?" Fadli meledek.

"Ya, tentu dong!!!." Sang istri sewot seperti kebakaran jenggot.

"Dengar dulu, ini mungkin untuk yang terakhir kali aku menasihati ZUminten," kata Fadli. Lalu ia pun melanjutkan, "Tubuhmu tinggi semampai. Kamu memang tidak pantas jadi pembantu rumah tangga. Kamu lebih pantas jadi artis sinetron. Figuran tak jadi soal. Lama-lama kamu bisa jadi pemeran utama. Aku doakan, semoga kamu jadi artis top kelak. Tapi jangan lupa sama kita di sini. Sering-seringlah main kemari. Anggaplah ini rumahmu juga."

"Apa-apaan? Justru kalau sudah top jangan kemari, pasti sombong, pasti nggak mau kenal kita lagi, kan uda jadi artis?!," potong Wati dengan nada yang tidak menentu.

"Lagi-lagi cemburu," komentar Fadli.

"Oh, iya, Yu, aku boleh main ke tempatmu, kan?"

"Nah, makin genit, ya!" istri Fadli kian jengkel melihat tingkah suminya yang mulai ganjen.

ZUminten pun berakting. Ia berdiri dan menghampiri Fadli. Dengan genit ia memijit-mijit bahu Fadli sambil berkata,

"Saya pembantu yang multifungsi, lho. Bisa masak, bisa mijit. Tuan pingin saya pijit apanya. Jempol atau kelingking atau yang lain nggak masalah. mau yang halus atau yang kasar?"

"ZUminten.....!!!!" bentak Wati kesalnya minta ampun dan jengkel, Wati mencubit lengan ZUminten seraya ia ingin menerkam pembantunya itu.

Fadli tertawa terbahak-bahak.

Yah, pembantu idamanku harus pergi dari rumah ini. Ah, ZUminten memang cantik dan seksi, bisik Fadli dalam hati.

0 comments: