Minggu, 09 November 2008

Cerpen Pujangga

Aku Ingin Menikah Mak..!!!

Oleh Mhd Darwinsyah Purba

Perlahan aku membuka amplop yang berisikan surat ternyata dari adik bungsuku yang berada di Bandung dan aku langsung membacanya dan syair indah ini sebagai mukhadimahnya.

Puisi Seorang Suami Kepada Isterinya

Kemaafanmu adalah kelangsungan cinta
jangan meradang ketika api sedang membara
jangan bertingkah walaupun hanya sekali
karna kau takkan faham apa yang kutanggung
di perantauan hindarilah daripada berkeluh kesah
takut ketuaanmu segera menjelma dan aku hambar
sesungguhnya hati mudah berubah
sesungguhnya cinta dan kemarahan itu
apabila bertemu maka cintalah yang mengalah…

lalu....

Aku ingin menikah Mak!!! Ini maksud dari suratnya…membuat jantungku berdetak kencang yang tidak lagi mengikuti detik jarum jam, lalu ku baca surat adik bungsu itu yang aku dapati di atas meja. Dia tidak tahu bahwa emak lagi keluar kota ada urusan keluarga.

Mak! aku sangat menyukai puisi Shyaikh Jalaluddin Rumi di atas, aku jadi memberanikan untuk menulis surat ini kepada emak tercinta Bukan karena aku ingin melakukan hal yang selama ini dilarang oleh agama, tapi aku ingin menikmati pernikahan itu sendiri, ya... sesuatu yang sangat sakral dalam kehidupan sepasang pencinta.

Aku tau tak mudah untuk menjalani sebuah pernikahan, suatu ikatan erat yang tak seperti dimainkan layaknya orang yang berpacaran. Aku ingin menikmati susahnya menjadi seorang suami yang berbakti kepada keluarga, mempunyai anak dan mengurus mereka bersama istriku. Suami itu ibarat rumah, sebagai tempat berteduh dari panas dan hujan aku suka akan hal itu karena ada tantangan yang harus aku lalui, disamping menjalankan roda rumah tangga juga berkarir untuk diriku sendiri dan cucumu kelak. Aku tidak peduli status ataupun strata sosial calon istriku, bagiku ningrat atau apalah sebutannya terhormat aku tetap tidak peduli.

Aku tau, ini nggak gampang untukmu, memang banyak hal yang harus dipikirkan. Tapi terkadang hal itu hanya sebuah keinginan, di mana manusia tak bisa lepas dari rasa puas. Saat keinginan telah tercapai, pasti menginginkan hal yang lain lagi. Hidup di dunia bagaikan di padang pasir semakin banyak kita meneguk air semakin dahaga.

“Mak!!, dimata tuhan setiap hamba-hambanya sama kecuali akhlaknya, begitu ungkapan bapak ustadz tempat aku mengaji sekarang, bukan kedudukan, keturunan ataupun jabatan yang membuat seseorang mulia tetapi akhlaklah yang dapat menjadi seseorang mulia di sisi tuhan dan Diriwayatkan oleh Abdullah Ibn Amru ra. bahwa baginda Rasulullah SAW bersabda: “Dunia ini ialah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan dunia itu ialah wanita solehah”. Hadis ini yang menjadi sandaran aku dalam memilih pasangan hidup.

Selain bekerja bahwa menikah itu juga ibadah, dengan menikah berarti aku telah menyempurnakan ibadahku dan keparipurnaan menjadi seorang laki-laki sejati. Menikah bukanlah hal yang paling manakutkan, setidaknya menurut versiku, karena semua tak akan berbeda, kecuali hidup bersama dengan kewajiban masing-masing namun, aku pernah membaca Hadis yang berbunyi “Wahai anak muda, menikahlah. Sesiapa yang mampu, menikahlah karena ia lebih memelihara mata dan menjaga faraj. Sesiapa yang tidak mampu untuk menikah hendaklah dia berpuasa kerana puasa adalah penahan (daripada gelojak nafsu)” (Hadis Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari).

Aku bisa beraktivitas seperti biasa, yang berbeda hanyalah kurangnya waktu luangku, diluar rumah karena ada seorang istri yang menantiku dirumah, menyediakanku segala hal yang aku perlukan karena aku pulang kerja hingga larut malam bayangkan. “emak kan tahukan bahwa aku tidak suka susu? Tapi aku sekarang sudah mulai menyukainya mak” ia selalu memberikan ketika aku hendak berangkat kerja Subhanallah...!! betapa indahnya...laksana rama dan shinta di taman syurgaloka.

hasratku ini sekarang sangat kuat seperti badai-badai di laut biru, meski banyak pro dan kontra akan keinginanku ini, ada yang memberiku nasehat untuk menyegerakan pernikahan karena islam melarang seseorang menjomblo dan usiaku yang terbilang dalam bilangan kelewat baliq bagi seorang laki-laki, menurutku pantas sekali untuk menikah, karena aku mengkhawatirkan usia ini dan kesalahan yang akan kulakukan dalam menjalin sebuah hubungan yang biasa disebut pacaran.

Hipotesaku 3 tahun lebih cukup untuk mengenal karakter masing-masing dan aku rasa aku telah cukup mengenal keluarganya. Apa pikiranku ini salah? Mungkin engkau tlah banyak menyusun rencana untuk masa depanku, aku dukung semua itu, tapi aku tak mau terlalu berencana Mak, karena terlalu sakit kalo semua itu tak seperti yang kita harapkan, bukankah kita lebih mantap menyusun planning saat kita sudah menikah? Menyatukan untuk satu tujuan, apa-apa saja yang ingin kita raih dan kita miliki.

mungkin banyak hal yang terpikir dikepalaku, seperti memiliki sebuah rumah dan Mendamba keluarga Sakinah, Mawaddah wa Rahmah dan barokah tapi tidakkah emak tau itu pasti bisa aku dapatkan dan aku yakin apalagi didalam kamusku tidak ada kalimat tidak bisa, aku bisa mewujudkan impian tersebut bersama-sama istriku .

Aku bukan penganut faham yang mengatakan belum siap menikah apabila belum mapan dari segi materil, emak ingin segalanya perfect saat untuk melanjutkan sebuah hubungan ke jenjang pernikahan. Itu wajar, aku tau mak melakukan semua itu karena ingin membahagiakan aku. Semua itu memang sangat kita butuhkan, apalagi di era globalisasi seperti ini, di mana persaingan semakin ketat, juga mahalnya biaya hidup baik primer maupun sekunder tapi tuhan maha mengetahui karna sebelum roh manusia di ditiupkan tuhan semesta alam sudah mencatat pertemuan, jodoh, rezeki dan maut setiap hamba-hamba-Nya sudah diatur dan kalo tidak mempercayai hal itu berarti aku bukan seorang muslim yang baik dong!!!! Dan aku tidak mau berburuk sangka terhadap tuhan.

Kita tak pernah tau apa yang akan terjadi di masa yang akan datang, tapi jika kita mempunyai nawaitu yang baik untuk suatu urusan, aku yakin Allah pasti memberikan kemudahan, apalagi kita mempunyai nawaitu untuk menyempurnakan. Dan selama ini aku telah memiliki nawaitu yang tulus dalam hatiku, walau aku sempat merasa putus asa, namun perlahan tapi pasti, aku mendapatkannya satu demi satu, tawaran itu mengalir walau belum seperti yang engkau inginkan, hanya saja itu adalah proses pendewasaanku.

Aku tak bisa menjelaskan dengan detail akan hal ini, aku takut engkau akan merasa seolah aku menggurui atau mungkin memaksa emak untuk menentukan jodohku, bukan-bukan itu yang aku mau..mak, aku hanya ingin meluruskan maksud mak karna sampai kapanpun emak bagiku adalah tuhan yang nyata di dunia sekaligus guru terbaikku, aku akan tetap menunggu keputusan dari emak. Tapi aku tak mau emak terus berpikir akan semua materil, status atau yang lainnya karena aku yakin seiring berjalannya waktu kami pasti bisa mewujudkannya bersama-sama impian yang sekian lama aku impikan bersama seorang Ummul mukmininku.

Banyak orang yang sukses, pada awal ia menikah biasa-biasa saja, tapi karena mereka mau berusaha, bahu-membahu dan didampingi oleh istri tercinta, akhirnya mereka bisa mewujudkan cita-citanya, aku tak mau diri emak sakit, hanya kerena siapa yang layak mendampingiku. Siapapun layak mendampingiku asal ia memiliki akhlak dan hati yang suci.

Mak... aku ingin melihat emak juga bercengkrama dengan buah hatiku seperti engkau bersama keponakku lika anak perempuan adikku.

Semoga mak mau menerima keinginan hatiku yang paling dalam bahwa aku sudah ada pilihan untuk menemani hidupku percayalah mak ia layak bersanding denganku dan menjadi menantu perempuan emak karna si Azizah adalah perempuan yang sempurna bagiku Insya Allah bulan depan aku pulang ke kampung halaman untuk meminta restu emak dan keluarga besar di di sana.

Semoga emak merestuiku.....
WASSALAM !!!

Tak kuasa aku membaca surat dari adik bungsuku, pikiranku berputar seraya aku berada di komedi putar di taman ria, mungkin semua yang dikatakan Wewen pada surat itu benar adanya, karena mungkin ia takut mak tidak menerima calon istrinya karna dari golongan keluarga biasa-biasa saja.

hatiku terus berkata, “apa yang harus aku lakukan? Kalo aku beritahukan pasti mak susah menerimanya, beliau bisa marah seperti gunung kerakatau yang meletus, aku terpaku di antara dilema-dilema yang semesti tak ada di muka bumi ini, aku sebenarnya kurang sefaham dengan faham emakku tapi sejelek apapun beliau tetap ibuku yang paling aku sayangi”.

“Ya rabb... tunjukkan jalan bagi orang-orang yang ingin menjalani ibadah kepada-MU...”

0 comments: