Minggu, 09 November 2008

Cerpen pujangga

LUDAH

Oleh Mhd Darwinsyah Purba

Dunia semakin senja terkadang menangis dan tertawa tak dapat dihindari semua tertelan dalam satu rangkuman yaitu hikmah. Mau tidak mau dagelan hidup harus dilakoni tapi tanpa disadari oleh jiwa kita bahwa kebencian merasuki hati kecil ini. Sementara sang pencipta manusia tidak pernah membenci setiap hamba-hambanya.........

Temanku Andre, ia sangat membenci Iwan. Apabila Iwan melintas di depan Andre nggak sungkan-sungkan meludah sebagai simbol bahwa dirinya amat membenci Iwan yang tidak lain adalah bekas sahabat karibnya. Hal ini bermula karna kehadiran cewek cantik disisi Iwan sehingga persahabat mereka retak alias bubar, ibarat dua buah gelas semakin dekat, semakin beresiko untuk pecah begitu filosofinya. Pernah suatu ketika Iwan menanyakan perubahan diri Andre itu tetapi Andre hanya bersikap masa bodoh, acuh tak acuh hingga Iwan pun cuek dengan sikap Andre itu, seakan-akan tidak terjadi apa-apa di antara mereka berdua.

“Kenapa sih... Wan, kok! Kayaknya Andre benci banget ama kamu?” tanyaku punya selidik.

“Ntahlah...Win! aku sendiri nggak tahu harus gimana ama tu anak, emang kalo difikir dia pantas membenciku. Tapi caranya itu yang nggak bisa aku terima.” Iwan seakan sudah buntu jalan fikiranya untuk menghadapi sikap Andre yang kekanak-kanakan itu.

“Apa karna Selvi...??? Aku pernah dengar tu anak pernah ada hati ama pacarmu, He...maksudku sebelum Selvi menjadi pacarmu”. Kataku hati-hati, takut Iwan tersinggung.

“Ah...sudahlah..!!!” Iwan pun bergegas pergi sepertinya ia nggak mau membahas lebih jauh masalahnya.

Seperti biasa aku harus pergi kuliah karena hari ini ada mata kuliah yang kuambil di kampus orange tercinta. Udara panas menyengat, aku melihat abang becak membersihkan kucuran keringat yang keluar dari tubuhnya sambil menelan ludah setelah seorang ibu membayar pekerjaan mendayungnya. Lalu ia melaju kembali penuh dengan semangat hanya untuk sesuap nasi meskipun udara teramat panas. Aku menyetop angkot jurusan yang searah kampusku, dalam hatiku ini itu baru seorang pejuang. Apa yang aku saksikan tadi teringat dengan si Andre, aku melihat perbedaan di mana abang becak tadi ludah berguna sebagai pelepas dahaga walaupun semntara namun sebaliknya temanku Andre malah meludah sebagai simbol kebencian. Aku tersenyum sendiri dengan mengeleng-gelengkan kepala memifirkannya.

Lalu lintas sempat macet karna banyak anak-anak sekolah baru pulang sekolah, “Pinggir bang...!?!” kataku memberi isyarat bahwa aku telah sampai tujuan. Ketika aku mau turun, kepalaku terantuk pintu angkot dengan malu-malu aku cepat-cepat berlalu dari angkot tersebut. Aku sempat melihat nenek dengan cucu yang manis yang duduk tepat disebelahku tadi tertawa.
“Dasar sial...!!!” makiku dalam hati.

Ketika aku memasuki gerbang kampus orange tercinta, aku melihat ada Andre sedang asyik menikamti rokok di kios depan kampus. Ntah... kenapa aku ingin sekali mendekati Andre dan menasehati dia tentang kelakuan buruknya yang suka meludah pabila Iwan melintas dihadapannya. Bahkan temen-temen mahasiswa tidak menyukai sikap tidak terpujinya.

“Hey.. !? Ndre!” sapaku sambil menepuk-nepuk bahunya lalu aku langsung aja duduk disebelahnya ragu-ragu.
“Rokok...???” ia menawarkan aku rokok. Kucoba untuk menolaknya karna batukku belum pulih betul ia pun jadi heran.
“Sudah berhenti ente...???” tanyanya lebih yakin.
“Untuk sementara te... aku gi batuk nih!” kataku agak malu-malu dan kemudian membuka pembicaraan.
“Ndre, ente marah nggak kalo aku tanya sesuatu?”
“Sesuatu apa tuh!”
“Ya.. sesuatu yang berguna.”

Andre bangkit dari kursinya dan menghampiri box minuman dingin lalu menyodorkan kepadaku minuman tersebut .

“makasih Ndre..” aku pun langsung meneguknya karna kerongkonganku sudah gerah banget maklumlah perjalanku jauh.
“Silahkan ente mau tanya apa..?” katanya mantap.
“Kenapa sih.. ente? Aku lihat ente benci banget ama Iwan, smapai pake ritual meludah segala jorok kan..?!” kataku dengan hati-hati, takut darah tingginya kumat gara-gara pertanyaanku tadi.
“Please deh!!! dia...pantas digituin Win! Aku benci! Pokoknya aku benci banget ama dia.”
Andre sambil meneguk air mineralnya dengan mata elangnya menatap penuh luapan emosi kearahku.
“Aku ngerti...kebencianmu itudan kalo aku dapat merasakannya kok! Tapi bukan dengan cara seperti itu...........” kataku terputus

“Aku rasa kalo kita membenci sesorang nggak perlu harus meludah di depan atau di belakang orang itu kan, perbuatan demikiankan kurang baik, mendingan disimpan dalam hati atau kalo perlu bicara langsung ke dianya. Ingat Ndre, Tuhan yang menciptakan kita aja nggak pernah membenci hamba-hambanya walaupun ia seorang penjahat sekalipun.

Dan masalah kalian hanya gara-gara si Selvi persahabatan kalian harus putus. Gentlemen dikit kenapa sih! Ndre...? toh...! bukan keinginan Iwan untuk mencintai Selvi, ia sendiri yang memilih Iwan.” Andre termangu laksana gunung di senja hari. Menunduk seakan-akan ia sedang mencerna ucapanku.

“Kamu marah..?!? silahkan, tapi jangan ludahi aku ntar ludah ente habis baru tau...” candaku, Andrepun tersenyum mendengar celotehku tadi.

“Ente...benar Win! Aku nggak gentelmen, sikapku kekanak-kanakan” kata Andre sadar atas kesalahannya.
“Nasib baik ente laki-laki kalo tidak..!?!!”
“Kalo tidak kenapa Win..???” tanya Andre dengan nada penasaran.
“Ludah ente diambil si Iwan terus didukuni ente bisa-bisa tergila-gila ama si Iwan, berarti.......” belum sempat kuutarakan maksudku, si Andre langsung tertawa terbahak-bahak. Untung cuacu panas hari ini tidak membuat darah militernya mendidih, kalo darah militernya mendidih bisa runyam aku dibuatnya.

“Thank’s...ya? Win! Karna uda membuat aku sadar atas kelakuanku selam ini”
“sudahlah yang penting ntar kalo ketemu Iwan kita harus saling memaafkan, Yuk..!!! masuk “ ajakku setelah mobil kijang warna merah milik Prof. Suwardi Dosen mata kuliah Komunikasi Pembangunan memasuki gerbang kampus orange kami.

“satu lagi ingin aku sampaikan ama ente bahwa Iwan tidak pernah membencimu Ndre,” kataku sambil terus merangkul bahu Andre berjalan masuk ke ruang perkuliahan.

0 comments: